Peralihan kepemimpinan Assosiation of Southeast Asian Nation (ASEAN) dari Brunei ke Indonesia tidak disadari oleh masyarakat Indonesia. Sebab, isu mengenai ASEAN dianggap tidak menarik untuk diberitakan para jurnalis. “Isu mengenai ASEAN dianggap tidak seksi oleh para editor,” tutur Ismira Lutfia, M.Si, Reporter The Jakarta Globe. Selain itu, Ismira juga menyatakan bahwa para jurnalis kurang familiar dengan isu ASEAN.
Berbekal latar belakang tersebut, Jumat (18/3) Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Atmajaya bekerjasama dengan Ilmenau University of Technology dan Ministry of Foreign Affairs menggelar Seminar Covering ASEAN Under Indonesian Chairmanship Background, Trends, and Future. “Seminar ini bertujuan untuk membekali kaum intelektual tentang ASEAN dilihat dari perspektif jurnalistik. Tidak hanya itu saja, seminar ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran tentang apa yang bisa dilakukan Indonesia selanjutnya,” ujar Dr. Lukas S. Ispandriarno, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Atmajaya.
Prof. Dr. Martin Loeffelholz selaku perwakilan Ilmenau University of Technology menganggap ASEAN sangat aktif dalam menghadapi tantangan. Indonesia misalnya, sebagai pemimpin asosiasi banyak melakukan perubahan dalam hal politik, misalnya tentang HAM.
Selain pujian terhadap keaktifan ASEAN dalam menghadapi tantangan, masih ada tanggung jawab besar yang harus dilakukan. “Perubahannya mencakup bidang politik, ekonomi, dan sosio kultural,” tegas Martin. Hal ini senada dengan penuturan P.L.E. Priatna selaku Senior Official of Directorate General For Asean Affairs, bahwa ada tiga pilar dalam memahami ASEAN, yakni stabilitas, pembangunan ekonomi, dan demokrasi. [Prima]