Sejak Selasa (25/05) lalu, formulir Kartu Identitas Kendaraan (KIK) mulai dibagikan ke semua fakultas dan unit kerja UGM. “Ini kebijakan dari gedung pusat, pihak fakultas hanya meneruskan saja,” terang Dr. Suharko, S.Sos.,M.Si., Wakil Dekan Bidang Administrasi Keuangan dan SDM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL). Senada dengan Suharko, Samsudiono, Petugas Tata Usaha Fakultas Ilmu Budaya (FIB), menjelaskan bahwa fakultas ditugasi membagikan formulir kepada mahasiswa dan pegawainya oleh Direktorat Pengembangan dan Pengelolaan Aset (DPPA).
KIK sendiri merupakan kebijakan rektorat untuk menata kendaran yang keluar-masuk wilayah kampus UGM. Selama ini kampus dirasa terlalu padat oleh kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Di FISIPOL saja ada lebih dari 1300 kendaraan bermotor. “Padahal ruang kita kan terbatas,” ujar Suharko. Makanya, menurut Suharko, KIK perlu disambut baik sebagai upaya membatasi jumlah kendaraan bermotor di kampus. Selain mengurangi jumlah volume kendaraan, KIK juga dimaksudkan agar keamanan di wilayah UGM semakin terjamin.
Namun maksud rektorat memulai pemberlakuan KIK ini dibayangi berbagai kendala. Penyebaran formulir KIK dirasa mendadak dan minim sosialisasi. Imana Hardi misalnya, menganggap sosialisasi dari pihak universitas dan fakultas sangat kurang. “Mendadak sekali, tapi mau bagaimana lagi,” keluh Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan 2007 yang akrab disapa Bill itu. Kebingungan yang sama juga dirasakan oleh Benedicta Laksmi Indriasty, Mahasiswa Program Diploma Jurusan Bahasa Prancis 2008, yang mengaku masih belum mengetahui apa fungsi KIK kelak.
Bukan hanya mahasiswa, pegawai pelaksana kebijakan pun merasakan sosialisasi dari gedung pusat kurang optimal. “Belum tahu,” jawab Sutrisman, petugas keamanan parkir FISIPOL, saat ditanya tentang batas akhir pengembalian formulir. Kekhawatiran akan dampak KIK pun muncul. “Saya bukannya tidak setuju, tapi keberatan,” kata Suradi, petugas keamanan parkir FIB. “Sedih juga kalau membayangkan loper koran dan tukang pos harus bayar saat masuk UGM karena tak punya KIK,” tutur laki-laki yang sudah seperempat abad bekerja di UGM itu.[Azhar]