BEM KM ingkar janji, DPM tak terima. Konferensi pers pun berakhir kisruh.
Rabu (8/4), Ruang Sidang II Gelanggang Mahasiswa riuh oleh Konferensi Pers yang diadakan BEM KM. Acara yang semestinya dimulai pukul 13.00 itu molor empat puluh menit karena minimnya peserta yang hadir. Padahal, dalam konferensi pers ini BEM KM harus menyatakan permintaan maaf atas kelalaiannya dalam meloloskan terbitnya selebaran Pemilih Pemula yang memicu kontroversi. Pernyataan maaf itu dijanjikan BEM KM bakal disampaikan kepada pers kampus, lokal, nasional, dan semua elemen mahasiswa.
Minimnya peserta yang hadir bukan kebetulan. Janji BEM KM nampaknya diingkari. “BEM KM kemarin menyanggupi untuk mengundang seluruh elemen kampus, nyatanya tidak ada yang diundang,” ujar Yuri, salah satu anggota DPM.
Sikap BEM KM yang terkesan tidak serius itu membuat pihak DPM berang. Ketegangan di depan markas BEM KM pun tak terhindarkan. Berdasarkan penelusuran balairungpress.com, memang benar bahwa elemen-elemen yang hadir tidak mendapat undangan resmi BEM KM. “ini saja, yang hadir, kami yang mengundang melalui SMS,” tambah Yuri.
Seperti diberitakan sebelumnya, acara ini merupakan rekomendasi hasil hearing Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) dengan BEM KM kemarin (lihat BEM KM Lalai, DPM Bertindak). Setelah diduga melakukan kampanye terselubung dengan membagikan selebaran Pemilih Pemula kepada 25.000 peserta UTUL, BEM KM mengaku lalai dan berjanji bakal menyatakan permintaan maaf.
Setelah konferensi dimulai, Presiden BEM KM Qadaruddin Fajri Adi pun segera membacakan pernyataan BEM KM. “Masalahnya hanya terletak pada tataran tafsir saja,” katanya menyinggung isi selebaran.
Mendengar pernyataan resmi BEM KM tersebut, DPM sontak menyatakan keberatan. Pasalnya, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan hasil hearing kemarin. “Seharusnya BEM KM minta maaf, bukannya membela diri,” sahut Ipe, salah satu anggota DPM KM. Ketegangan pun berlanjut kisruh setelah Qadar dan Ika Puspitasari, Menteri Departemen Sosial Masyarakat, tetap ngotot mempertahankan posisinya. Sedangkan, DPM menganggap pernyataan BEM KM itu lebih sebagai bentuk pembenaran terhadap penyebaran selebaran.
Bahasan konferensi pers akhirnya keluar konteks setelah sesi tanya jawab dibuka. Beberapa peserta lain menuntut pertanggungjawaban konkrit BEM KM. “Maaf saja tidak cukup. Selebaran terlanjur tersebar di seluruh Indonesia!” seru beberapa peserta. Bahkan, sempat pula muncul usulan agar digelar Kongres Mahasiswa.  Lain halnya dengan Agung, peserta yang mengaku warga Gelanggang itu malah mengusulkan pembubaran BEM KM. “Kalau BEMnggak becus begini, mending dibubarin saja,” serunya.
Forum konferensi pun tak terkendali. Meluasnya konteks konferensi yang berakhir kisruh ini ditanggapi oleh Rito, perwakilan dari Dewan Mahasiswa Yustisia, Fakultas Hukum. Rito mengaku kecewa. “Bahasan terlalu luas dan tidak sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan,” keluhnya. Rito pun akhirnya meniggalkan Konferensi sebelum ditutup.
Setelah diwarnai ketegangan dan bahasan yang melebar, forum sulit mencapai kesepakatan pasti. “Saya merasa forum ini seperti bola ping-pong, tidak ada arah yang jelas,” keluh seorang peserta di tengah sesi tanya jawab. Janji BEM KM untuk menyatakan permintaan maaf tetap mengambang. Sementara, DPM KM malah memperlebar persoalan.
Antara BEM KM sebagai jajaran eksekutif dan DPM KM sebagai pihak legislatif tidak mencapai kesepakatan pasti. Akhirnya, DPM KM memutuskan akan membawa kasus ini ke pihak rektorat. Petimbangannya, BEM KM telah dinilai melanggar peraturan universitas tentang larangan praktik kampanye di kampus. Sebelum diusung ke pihak rektorat, DPM KM akan mengkaji lebih dalam isi selebaran Pemilih Pemula. [Azhar, Gading]