Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Anggaran Serampangan
Diskusi Serikat Pekerja Kampus, Soroti Ketidakjelasan Proses Etik...
Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...
Kampus Kelabu bagi Perempuan
Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...
Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia
Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Gerakan Aktivisme Lewat Karya Seni Patung Dolorosa dan Budi Santoso

Oktober 31, 2024

©Acintya/Bal

Pada Senin (28-10), pameran Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso membuka diskusi publik yang bertema “Kaum Muda: Seni dan Aktivisme” di Pendopo Ajiyasa, Jogja National Museum. Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber; yakni Rocky Gerung sebagai akademisi, Enin Supriyanto sebagai pengamat seni, dan Melati Suryodarmo sebagai penampil seni. Dolorosa sendiri menjelaskan bahwa diskusi kali ini menjadi bentuk untuk pembacaan situasi aktivisme hari ini, terutama pasca pelantikan pemerintahan yang baru.

Menurut Enin, sekelompok pelaku seni dengan metode, cara berpikir, dan praktik tertentu menjadi bentuk gerakan perlawanan lewat seni. Ia juga menjelaskan salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kolektif. Agar metode ini dapat berlangsung dengan baik, Enin menyadari bahwa kesadaran publik mempengaruhi kerja kolektif seni yang menjadi bagian dari publik itu sendiri juga penting. “Kata aktivisme yang kita maksud adalah kedekatan dan relasi yang terbentuk antara seniman dengan persoalan-persoalan sosial politik di dalam masyarakat,” tutur Enin. 

Enin turut menambahkan bahwa kolektif seni sebagai bagian masyarakat yang muncul dari berbagai kalangan menjadi pertanyaan bersama. Ia sendiri menilai adanya konteks keterbukaan setelah reformasi menjadi variabel utama yang mendorong terbentuknya kolektif seni. “Keterbukaan ini telah mendorong terbentuknya kolektif dan menciptakan kesadaran akan pentingnya kebebasan,” tegas Enin. 

Lebih lanjut, Enin membagi pentingnya kebebasan ini ke dalam dua aspek. Pertama, untuk belajar dan bekerja bersama masyarakat. Kedua, medan seni yang digunakan untuk memperluas dan meminimalisir masalah sulitnya akses masyarakat terhadap seni dan budaya. “Kolektif sebagai sebuah metode di dalam seni budaya untuk memanfaatkan seni budaya sebagai strategi dalam menghadapi masalah lainnya,” tutur Enin. Di luar dari keramaian dan kesibukan kolektif seni, ia menyebutkan bahwa seni rupa masih dikelola dengan melibatkan sosial politik di dalam karyanya.

Melati sendiri memiliki pandangan mengenai peran seniman dalam memotori perubahan sosial. Baginya, aktivisme memiliki fungsi lain, bukan hanya bentuk perlawanan dari sekelompok orang tertentu saja. “Saya yakin sekali karena aktivisme itu bukan hanya perlawanan terhadap struktur kuasa,” ujarnya. Melati percaya bahwa aktivisme melahirkan perubahan dari bawah, yang muncul dari kebersamaan masyarakat atas realitas yang terjadi di sekitarnya. 

Berbeda dengan Melati, menurut Rocky sendiri aktivisme lahir sebagai wujud dari penundaan reaksi dan pemanfaatan media seni. “Dasarnya aktivisme itu timbul karena kita menunda reaksi kita dan manfaatkan wacana kesenian, tetapi kita menunda bukan membatalkan ekspresi itu,” terangnya.

Rocky juga ikut menambahkan dengan penggunaan analogi manusia dengan patung. “Semua hal yang membuat kita tidak punya kemampuan untuk mengucapkan kegembiraan, tidak punya evaluasi melalui seni, artinya kita adalah patung,” jelasnya. Rocky lanjut menjelaskan bahwa ada perbedaan antara patung dengan  manusia, patung dapat ditafsirkan, sedangkan manusia yang diam mematung diartikan berhenti dalam memberikan tafsiran. 

Lebih jelas lagi, Rocky menerangkan jika persatuan dan kesepakatan didasari atas kemajemukan. Baginya, tanpa kemajemukan, kesepakatan dalam sebuah masyarakat tidak akan terwujud. Hal ini juga berlaku dalam aktivisme. “Jadi, buat apa ada konsep NKRI harga mati, itu justru mematikan keberagaman,” pungkasnya.

Penulis: Sharim Dezhneva Denalis, Najla Indah Dewanto, Zabrina Kumara Putri (Magang)
Penyunting: Ester Veny
Fotografer: Acintya Zahra Loveviarisci (Magang)

5
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Diskusi Serikat Pekerja Kampus, Soroti Ketidakjelasan Proses Etik...

Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...

Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...

Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Anggaran Serampangan

    Agustus 28, 2025
  • Diskusi Serikat Pekerja Kampus, Soroti Ketidakjelasan Proses Etik di Kampus

    Agustus 24, 2025
  • Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka 100%

    Agustus 18, 2025
  • Kampus Kelabu bagi Perempuan

    Agustus 9, 2025
  • Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran Masyarakat

    Juli 21, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM