
©Ilham/Bal
Puluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan (GPL) berkumpul di depan Tugu Perjuangan Rakyat di Desa Tegalrejo, Nguter, Sukoharjo pada Rabu (23-02). Mereka menggelar aksi untuk memperingati diturunkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Sukoharjo tanggal 23 Februari 2018. SK yang memuat sanksi administratif kepada PT Rayon Utama Makmur (RUM) tersebut tidak dilaksanakan hingga kini. Aksi diawali dengan doa bersama, kemudian dilanjutkan dengan peresmian Tugu Perjuangan Rakyat.Â
Tugu yang dibuat dari dana iuran warga dan berdiri di atas tanah hibah ini merupakan pengingat diresmikannya SK Bupati dan ditangkapnya 7 orang warga penolak pabrik. Dalam aksi ini warga juga mengecam kembalinya bau busuk dari cerobong pabrik PT RUM akhir-akhir ini. Tak ayal, saat aksi ini dilaksanakan, masa aksi juga diterpa bau busuk limbah dan suara keras dari mesin pabrik.Â
Pukul 16.40 WIB, Tomo, salah seorang warga terdampak pencemaran limbah PT RUM, memulai orasi. Ia menekankan kepada masyarakat untuk terus berjuang melawan pencemaran lingkungan. Ia juga berharap aksi semacam ini akan terus ada hingga pada generasi penerus sampai perkara ini selesai. “Saat ini adalah pembuktian kepada generasi muda bahwa kita telah dan akan terus berjuang,” tambahnya.Â
Salah satu warga terdampak lainnya asal Polokarto, Yuda, juga mengatakan dampak pencemaran udara tercium hingga rumahnya yang berjarak cukup jauh. “Bau busuk tercium pekat pada waktu subuh hingga anak-anak di sekolah sering merasakan mual dan banyak yang terkena  Infeksi Saluran Pernapasan Akut,” lanjutnya. Ia juga berharap terciptanya Sukoharjo yang sejuk terbebas dari pencemaran udara.
Hal senada juga dikatakan oleh Hirman, Ketua GPL, yang menyebutkan bahwa dampak pencemaran udara tercium dalam radius 20 kilometer hingga Wonogiri, Karanganyar, dan Solo Baru. Hirman menjelaskan bahwa warga sempat melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan membawa barang bukti. Namun, laporan tersebut dibantah oleh pihak PT RUM dengan dalih kegiatan produksi berhenti dan hanya melakukan pembersihan hasil sisa produksi. “Dalam dua minggu terakhir, PT RUM kembali menimbulkan bau,” imbuhnya.Â
Menguatkan pendapat Hirman, Tomo memberikan fakta bahwa pada Minggu pagi terjadi aktivitas pengeluaran limbah cair. Padahal, pipa limbah belum dipasang sebagaimana mestinya sehingga limbah cair masih dibuang sembarangan di sungai. Ia menambahkan pemasangan pipa juga merusak lingkungan karena menutupi aliran sungai dan berpotensi menimbulkan banjir. Selain itu, pipa juga melongsorkan lahan pertanian warga karena lahan mereka dirusak. “Ketika musim kemarau, warga juga mengambil air dari sungai yang secara otomatis mencemari lahan mereka juga,” tegasnya.
Salah seorang warga Tegalrejo, Langgeng, mengungkapkan bahwa perusahaan seolah mengakali pembuangan limbah cair. Ia mengatakan pembuangan limbah bersamaan dengan pembukaan Pintu Air Bendungan Colo sehingga kuantitas limbah dalam aliran sungai tersamarkan dan tidak menimbulkan bau. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa perusahaan seolah mengurangi jumlah produksi saat dilakukan pengecekan kandungan limbah. Oleh karena itu, menurut Langgeng, hasil tes laboratorium tidak mendapat hasil yang maksimal karena hanya tinggal sisanya saja. “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sempat ke sini awal Januari, tetapi Februari ini pencemaran meningkat lagi,” ujar Tomo.
Ketika aksi berlangsung, seorang warga mengetahui kedatangan intel ditengah-tengah massa aksi. Mendengar hal tersebut, Sarmi, koordinator massa aksi, pencemaran limbah, dengan hangat menyambut mereka. Secara lantang Ia berkata bahwa aksi kali ini merupakan urusan warga terdampak dan tidak ada urusannya dengan aparat. “Dari pada tidak dihargai disini, Anda lebih baik pulang saja!” imbuhnya geram. Setelah aparat pulang, warga duduk beralaskan tikar yang diatasnya telah tersaji beberapa makanan.
Di depan Tugu Perjuangan Rakyat, warga mempertegas tuntutannya kepada PT RUM dan Pemerintah. Beberapa warga membentangkan spanduk bertuliskan “berani karena benar” dan “cabut izin lingkungan PT RUM”. Sementara itu, beberapa warga lain meneriakkan slogan “Warga terdampak, tetap melawan,” dengan keras sehingga menyaingi suara mesin pabrik yang terus memproduksi bau busuk. “Harapan kami cuma satu, kembalinya udara segar,” tegas Sarmi.
Penulis: Ilham Maulana
Penyunting: Bangkit Adhi Wiguna
Fotografer: Ilham Maulana