Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Diskusi Alot, Biaya KKN Masih Menggantung

Januari 10, 2016
@bal.ami

@bal.ami 

Perihal biaya hidup KKN tahun ajaran 2015/ 2016 kembali mempertemukan pejabat kampus dan mahasiswa dalam satu ruangan.  Mereka bertemu dalam sebuah diskusi yang bertempat di di Lantai 1, Graha Sabha Pramana pada Rabu (6/1). Topik pada diskusi kali ini sempat dibahas pada 30 Desember lalu tetapi belum memperoleh keputusan akhir. Diskusi dihadiri oleh jajaran pejabat rektorat beserta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan mahasiswa angkatan 2013.

Diskusi dimulai dengan pemaparan oleh Direktur Direktorat Pengabdian LPPM, Ir. Irfan Dwidya Prijambada. Beliau memaparkan usulan biaya KKN yang menjadi hasil terakhir pada diskusi sebelumnya. Biaya hidup yang diusulkan sebesar Rp 2.000.000,00 untuk dua bulan. Dengan rincian, Rp1.800.000 untuk biaya hidup dan Rp 200.000,00 untuk atribut seperti topi dan kaos.

Namun, LPPM masih menawarkan dua usulan alternatif kepada mahasiswa. Usulan pertama adalah agar mahasiswa membayar Rp1.800.000 kepada LPPM. Uang itu akan dibuat rekening atas nama masing-masing mahasiswa yang akan mengikuti KKN sehingga dapat digunakan sesuai kebutuhan. Usulan kedua adalah mahasiswa tidak perlu membayar ke LPPM, sedangkan biaya hidup menjadi tanggungan masing-masing. Bagi mahasiswa yang tidak mampu dapat mengajukan surat miskin dan akan diberikan bantuan. “Tapi bantuan ini sifatnya tidak menggantikan seluruh biaya hidup, hanya sebagian saja,” jelasnya.

Usai memaparkan usulan-usulan tersebut, mahasiswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan maupun gagasan mereka. Beberapa mahasiswa sama-sama mempertanyakan alasan pembayaran biaya hidup KKN padahal mereka sudah membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Salah satunya Mifta, mahasiswa Fakultas Psikologi ‘13, yang meminta kejelasan terkait transparansi dana serta rincian alokasi UKT. Hal ini ditanggapi oleh Rektor UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, dengan menampilkan data-data yang sudah diunggah pada situs resmi ugm.ac.id. “Akan tetapi kami tidak bisa memberitahukan secara terperinci alokasinya karena sudah tercampur dengan komponen-komponen lainnya,” jelas Dwikorita.

Meskipun telah diberikan penjelasan, beberapa mahasiswa masih mendesak rektorat untuk memberikan penjelasan tentang biaya hidup KKN yang tidak ditanggung UKT. Salah satunya, Retas mahasiswa Fakultas Teknik ’13 berpendapat bahwa biaya hidup seharusnya sudah tercakup pada UKT. Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sistem Informasi, Dr. Didi Achjari, menampilkan data pengalokasian dana UKT  setiap fakultas. Dalam data tersebut, memang tidak tercantum biaya hidup KKN. “Hal ini karena biaya hidup KKN itu biaya pribadi, jadi tidak ditanggung UKT,” papar Didi.

Prof. Iwan Dwi Prahasto, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, sempat mencoba menunda diskusi karena menjelang waktu ibadah Magrib. Tiba-tiba salah satu mahasiswa maju dan dengan emosi langsung mengutarakan pendapat tanpa memperkenalkan diri. Ia menyampaikan kekecewaannya dengan sikap mahasiswa selama diskusi. Menurutnya, mahasiswa terus menerus bertanya padahal agenda mereka seharusnya adalah menolak dua usulan rektorat. “Kita datang ke sini untuk menuntut dan menolak usulan itu semua!,” teriaknya. Pernyataan ini disambut riuh oleh mahasiswa-mahasiwa lain sehingga diskusi menjadi tidak kondusif.

Diskusi semakin memanas usai Hafidz, Fakultas Hukum ’13, menemukan kesalahan pada Surat Keputusan (SK) Rektor No. 44 tahun 2015 yang mengatur KKN tahun 2015/ 2016. Dalam SK yang berlaku tanggal 2 Januari 2015 tersebut, biaya hidup KKN sebesar Rp1.800.000 berlaku untuk mahasiswa tahun ajaran 2014/ 2015. Padahal, seharusnya tertulis tahun ajaran 2015/ 2016 mengingat tahun lalu biaya KKN hanya Rp1.050.000. Menurut Hafidz, terdapat tiga kali penyebutan tahun 2014/ 2015 sehingga tidak mungkin karena kesalahan ketik. “Kalau begitu, seharusnya SK ini batal di hukum,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Prof. Dwikorita Karnawati mengakui adanya kesalahan ketik. Ia meminta maaf dan berjanji akan segera meralatnya. Namun, beberapa saat kemudian Prof. Iwan mengklarifikasi pernyataan Dwikorita. “SK tersebut sudah benar dan memang ditujukan untuk KKN tahun 2014/ 2015,” terang Prof. Iwan.  Perbedaan jawaban dari dua pejabat rektorat ini sontak menyulut emosi mahasiswa. Hal ini menyebabkan suasana diskusi semakin tegang.

Diskusi yang berjalan lebih dari tiga jam tersebut menghasilkan sebuah keputusan yang menggantung. Belum ada kepastian tentang pembayaran KKN tersebut. Akhirnya, pihak rektorat menawarkan kepada mahasiswa untuk membuat keputusan tentang pembayaran KKN paling lambat Senin (11/1). “Kami tunggu perwakilan kalian melalui surat yang ditandatangani oleh semua orang yang datang hari ini di ruang saya,” pungkas Prof. Dwikorita.  [Tri Utami Rosemarwati, NLP Juli W]

 

KKN MAHASISWA UGM
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan

Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...

1 komentar

Surya April 30, 2016 - 05:40

Penulisan kata “Graha” seharusnya “Grha” pada Grha Sabha Pramana. Mohon redaksi lebih teliti lagi, karena dua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Terima kasih.

Reply

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025
  • Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender dalam Sejarah Indonesia

    Mei 3, 2025
  • Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

    April 30, 2025
  • SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

    April 28, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM