Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABAR

Tentang “H” yang Mendesah (Bahasa)

Juli 19, 2010

Azhar artinya bunga © Ape.bal

Bukan hanya orang yang baru berkenalan, kawan lama pun terkadang keliru dalam mengeja maupun menulis nama saya. Tukang cuci langganan saya misalnya, kerap menulis nama saya “Azar”, bukan “Azhar”. Makanya saya seringkali mengingatkan, “Atas nama ‘Azhar’ dengan huruf ‘H’ diantara ‘Z’ dan ‘A’,”. Begitu juga saat reservasi tiket kereta atau pesawat. Jika juru tiket tidak memberikan kertas untuk menulis nama, saya terkadang langsung menyebutkan alfabet bunyi setelah menyebutkan nama sendiri, “AZHAR : Alfa, Zulu, Hotel, Alfa, Romeo”. Takut kalau-kalau si juru tiket keliru menuliskannya.

Huruf “H” juga seringkali tidak dilafadzkan saat nama saya disebutkan secara lisan. Seorang teman baru yang cukup teliti, bertanya pada saya tak lama setelah berkenalan. “Apakah saya perlu membunyikan huruf ‘H’ dalam ‘Azhar’?” tanyanya. Saya jawab dengan antusias, “Ya!”.

Perkara huruf “H” bukan hanya terjadi pada nama saya. Keberadaan huruf yang satu ini juga diributkan di banyak kata dan nama. Pada kata “Ramadhan” misalnya. Dalam KBBI sebenarnya yang tercantum adalah “Ramadan”. Begitu juga dalam bahasa inggris, “Ramadan” ditulis tanpa “H” diantara “D” dam “A”. Entah media massa mana yang memulai, kini orang Indonesia ramai-ramai menulis “Ramadhan”.

Kasus “H” dalam “Ramadhan” ini sebenarnya terjadi karena proses adopsi bahasa arab dalam tulisan alfabet latin. Kosa kata arab mengenal huruf “Dho”. Berbeda dengan “Dal”, huruf “Dho” dibunyikan dengan penekanan dan sedikit menggelembungkan pipi. Dalam “Ramadhan”, yang disertakan adalah “Dho”, bukan “Dal”. Dalam proses adopsi bahasa arab ke huruf latin, “Dho” kerap kali ditandai dengan hadirnya “H” setelah “D”, sedang “Dal” cukup dengan hururf “D” tanpa ditemani “H” setelahnya. Contoh lain kehadiran huruf “H” yang disebabkan proses adopsi bahasa arab ke huruf latin juga dapat dilihat pada penulisan “Baghdad”. Banyak media di barat memilih “Bagdad”, tanpa peduli bahwa bahasa arab tidak mengenal huruf “G”, melainkan “Ghain”. Huruf ini makhraj-nya di bagian luar tenggorokan. Dibunyikan dengan hembusan yang agak tertahan di bagian kerongkongan. Makanya menurut saya “Baghdad” lebih tepat.

Meskipun dalam pelafalan kerap kali tidak dibunyikan, huruf “H” kerap kali hadir menyelip dalam suatu kata. Dalam bahasa kita, kehadiran huruf “H” terkadang membuat suatu kata seakan-akan menjadi lebih besar, tinggi, resmi, dan terhormat. Kita biasa menulis “Darmawisata”. Tetapi saat kita menulis nama organisasi nyonya-nyonya pejabat terhormat, “Dharma Wanita”, huruf “H” menyelip dalam kata “Dharma”. Juga pada kata “Yudha”. Dalam KBBI yang tercantum adalah “Yuda”. Namun kalangan militer Indonesia lebih suka menggunakan “Yudha” dalam “Rencana Yudha”, “Yudha Siaga”, “Pasukan Yudha”, dan “Graha Purna Yudha”. Agar terdengar lebih gagah perkasa, barangkali.

Kembali lagi ke persoalan “H” dalam nama saya. Memang ini hanya perkara satu huruf. Tetapi penting. Ada dua alasan mengapa huruf “H” begitu penting dalam nama saya.

Pertama, ibarat membaca Al-Qur’an. Jika tajwid nama saya dilafalkan secara keliru, maka artinya jadi berbeda. Azhar diambil dari bahasa arab, yang artinya bunga. Dulu semasa kecil, saya malu ketika mengetahui nama yang saya sandang artinya bunga. Saya kan laki-laki! Kenapa tidak diberi nama “Assad” yang artinya singa? Atau “Hasan” yang artinya gagah? Namun beranjak dewasa, saya semakin menyadari keindahan nama pemberian orang tua saya. Bahwa bunga bukan miliknya sang hawa yang cantik dan lemah lembut saja, laki-laki macho– seperti saya – juga boleh menyandang nama yang artinya bunga. Jika huruf “H’ tidak ditulis atau disebutkan dalam nama saya, maka artinya bukan lagi bunga. “Azhar” tanpa huruf “H” di bagian tengah justru mengingatkan saya pada nama ayah dari Nabi Ibrahim Alaihissalam, Azar. Seorang pengrajin berhala yang berusaha menjerumuskan anaknya sendiri dalam kesesatan. Naudzubillah tsuma naudzubillah.

Kedua, alangkah eman-eman kalau huruf “H” dalam nama saya tidak dilafalkan secara lisan. Sebab huruf “H” itu seksi. Bunyinya mendesah. Coba saja anda sebut nama lengkap saya, “Azhar irfansyah”, dengan penekanan di setiap huruf “H”. Pasti akan terdengar lebih mesra. Betul tidak?

Azhar Irfansyah—Koordinator BALKON BPPM Balairung.

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Peringatan Hari Perempuan Sedunia 2022 Tuntut Bebaskan Perempuan...

Tuntut Audiensi dan Pencabutan IPL, Aksi untuk Wadas...

Penyintas Kekerasan Tuntut Keadilan Lewat Karya Tulis

Di Balik Kampanye Antitembakau, Industri Farmasi Monopoli Nikotin

Pelarangan Senjata Nuklir Kian Mendesak di Tengah Konflik...

Survei LSI: Masyarakat dan Partai Politik Kompak Menolak...

1 komentar

Resha Ansori Juli 14, 2020 - 00:51

Wkwkwk… kita punya problem yang sama. kadang dipanggil Reza, Reksa, Re”J”a, bahkan Reisa. Kesel emang. Salam dari Resha, huruf “H” diantara “S” dan “A”

Reply

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM