Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...
Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia
Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
BUKUKABARNALAR

Konsumtif Tak Selalu Negatif

Desember 14, 2012
©Lilang Laras Jiwo

©Lilang Laras Jiwo

Judul              : Consumer 3000

Pengarang      : Yuswohady

Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku    : ix + 261 halaman

Tahun terbit  : 2012

Consumer 3000 menciptakan dunia yang sama sekali baru bagi para pemasar. Dunia baru yang penuh tantangan, penuh peluang, dan penuh kecemerlangan.

Indonesia memasuki babak baru dalam bidang perekonomian. Ditandai dengan tembusnya GDP per kapita Indonesia ke level $3,000. Hal ini membuat konsumsi nasional Indonesia meningkat. Keadaan tersebut memunculkan pandangan baru mengenai perilaku konsumen Indonesia terutama masyarakat kelas menengah. Konsumen kelas menengah pada umumnya mempunyai dana lebih atau discretionary income sekitar sepertiga dari pendapatannya.

Mereka menggunakan dana itu untuk membeli kebutuhan sekunder seperti TV, AC, lemari es, mobil dan sebagainya. Kelebihan pendapatan ini menimbulkan gaya hidup konsumtif  bagi kalangan tersebut. Dengan keadaan seperti itu, tidak heran berbagai tempat yang menyediakan jasa hiburan seperti bioskop dan cafe semakin menjamur. Mereka juga rajin mengunjungi tempat perbelanjaan untuk membeli barang yang diinginkan.

Buku Consumer 3000 karangan Yuswohady mencoba menganalisis perilaku konsumtif ini. Yuswohady menghubungkan kenaikan GDP Indonesia ke level $3,000 dengan para konsumen kelas menengah. Di sini Consumer 3000 muncul sebagai konsumen baru seiring dengan kenaikan GDP Indonesia ke level $3,000. Secara teknis segmen ini didefinisikan sebagai kelompok konsumen yang memiliki rentang pendapatan atau pengeluaran tertentu.  Asian Development Bank menetapakan mereka memiliki pendapatan per kapita sebesar $2-20. Penulis menamai konsumen kelas menengah  dengan sebutan Consumer 3000.

Yuswohady mengemukakan fenomena ini dalam 40 great ideas yang dikemas berdasarkan pengalamannya selama 15 tahun sebagai konsultan pemasaran dan pembicara publik. Dia berpendapat Consumer 3000 telah menciptakan dunia baru bagi pemasar. Di samping itu, penulis mencoba menganalisis perilaku konsumtif yang timbul dari para Consumer 3000.

Konsumen kelas menengah atau Consumer 3000 memiliki sifat  suka berbelanja dengan menghabiskan uang untuk membeli barang mewah. Tidak salah jika Yuswohady menilaiConsumer 3000 tertinggi adalah wanita. Sebab, wanita menguasai 85% pembelian produk dan layanan, mulai dari kebutuhan pokok hingga layanan kesehatan.  Dengan 93% pembelian makanan dan obat  tanpa resep (OTC), 92% liburan keluarga, 91% pembelian rumah baru, 89% pembukaan rekening bank, 80% layanan kesehatan, dan 66% pembelian komputer.

Di samping konsumtif, Consumer 3000 juga lebih berpendidikan, lebih berpengetahuan dan lebih bisa menentukan hal yang seharusnya dibeli.  Hal tersebut akan menjadikan Consumer 3000 lebih rasional dan kritis dalam menentukan serta memilih barang yang akan mereka konsumsi. Contohnya dalam membeli suatu barang, Consumer 3000 akan memperhatikan nilai kegunaan barang tersebut.

Dari pemikiran itu, penulis menawarkan peluang menggarap pasar kelas menengah tersebut untuk berwirausaha. Didukung dengan jumlah kelas menengah yang mencapai 100 juta orang, Yuswohady menganggap kesempatan ini menjadi lahan bisnis yang potensial. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi, pengusaha akan lebih mudah untuk masuk ke pasar konsumen dan menawarkan berbagai produknya. Dengan modal materi yang dimiliki, produsen bisa mengombinasikan keahlian yang mereka punya untuk mengembangkan usaha. Misalnya, penggunaan sosial media sebagai strategi pemasaran karena semakin tinggi penguasaan teknologi oleh konsumen.

Dalam menggarap pasar Consumer 3000 , Yuswohady memberikan saran kepadaentrepreneur  agar lebih agresif dalam menggarap pasar konsumen kelas menengah. Bagi merek yang sudah ada di pasaran, ia menyarankan agar lebih fokus pada sumber daya dan energi di segmen ini. Bagi merek yang baru muncul, cobalah naik kelas dengan membangun reputasi. Sedangkan untuk merek high level, ia mengimbau untuk mengeksplorasi  lahan pasar konsumen menengah.

Buku ini menarik untuk dibaca oleh orang yang bergelut di bidang wirausaha  sebagai rujukan menjadi entrepreneur modern. Di dalamnya terdapat aspek-aspek perilaku konsumen kelas menengah, yang bisa dijadikan senjata untuk berwirausaha.

Sayangnya, penjabaran isi buku ini tidak lugas. Pemberian definisi suatu istilah antar bab berbeda sehingga menimbulkan keambiguan makna. Selain itu, penggunaan banyak istilah oleh penulis dalam menggambarkan konsep perilaku Consumer 3000 membuat pembaca sulit untuk memahami isi buku. [Nurul Annisa, Irma Alfiyanti, M.Gisa Vitrana]

c3000gaya hidup konsumenkonsumenkonsumerismeYuswohady
1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Perangai Egois di Balik Aksi Heroik

Demotivasi: Alat Menyingkap Motivasi yang Manipulatif

Instabilitas Demokrasi Indonesia Pasca-Orde Baru

Menari di Bawah Rezim Kebudayaan

Hutan Adat Bukan Tanpa Tuan

Tak Semanis (Harga) Kakao

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran Masyarakat

    Juli 21, 2025
  • Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

    Juli 20, 2025
  • Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air

    Juni 30, 2025
  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM