
©Nico/Bal
Sejumlah Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang tergabung dalam pembentukan Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan (BARA ADIL) menggelar siaran pers pada Jumat (12-9). Siaran pers yang berlangsung di Universitas Islam Indonesia (UII) Cik Di Tiro ini mengungkap berbagai kekerasan yang terjadi selama aksi unjuk rasa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada penghujung Agustus. Konferensi pers ini dihadiri oleh beberapa OBH di Yogyakarta dan perwakilan beberapa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas. Â
Kharisma Wahdatul Kusniah selaku pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, mencatat terdapat 66 penangkapan massa aksi sejak Kamis (28-8) hingga Minggu (31-8). Dari seluruh penangkapan yang terjadi, Kharisma mengungkap bahwa 24 orang di antaranya adalah anak-anak. Kharisma menjabarkan, terdapat dua orang yang ditetapkan menjadi tersangka atas tuduhan membawa molotov dan senjata tajam. “Satu di antaranya anak-anak, masih usia anak dan dititipkan di rehabilitasi anak,” ujar Kharisma.
Tidak hanya menyoroti jumlah penangkapan, Kharisma mengkritik keras metode penangkapan yang serampangan dan represif dari kepolisian. Ia membeberkan sejumlah tindakan tidak proporsional, mulai dari penembakan gas air mata secara beruntun, pembakaran motor, dan kekerasan berlebihan. “Kami tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh kepolisian, dalam hal ini karena bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan secara serampangan,” tutur Kharisma.
Menanggapi berbagai represi yang terjadi, Wasingatu Zakiyah, seorang Advokat Caksana Institute mengajak masyarakat untuk bersatu memperjuangkan hak sipil yang dijamin oleh undang-undang. Ia menegaskan bahwa hak setiap masyarakat telah dijamin oleh konstitusi, khususnya dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). “Hak sipil dan politik memang harus dilindungi undang-undang dan siapapun penegak hukum harus berdiri di atas undang-undang,” tegas Zakiyah.
Lebih lanjut, Zakiyah menekankan bahwa segala represi yang dilakukan oleh negara kepada masyarakat harus dihentikan. Berkaca dari aksi yang terjadi di penghujung Agustus, Zakiyah menjelaskan bahwa bentuk aksi yang dilakukan masyarakat merupakan ekspresi puncak kemarahan atas kondisi pemerintahan yang memprihatinkan. “Ini bentuk-bentuk ketidakadilan yang terakumulasi dan dilihat secara jelas oleh masyarakat dan kita tidak bisa membiarkan itu,” tegasnya.
Hal ini juga diamini Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UII, Rizky Ramadhan Barid. Ia turut mendorong penghentian represi oleh negara yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, tindakan tersebut merugikan warga negara yang haknya telah dilindungi konstitusi. “Kejadian 28–31 Agustus yang lalu kemudian menimbulkan derita nestapa untuk rakyat itu sendiri. Ini penting dan perlu untuk diadvokasi,” tutur Rizky.
Perlunya kehadiran advokasi ini juga dilihat oleh Kharisma. Menurut kharisma, tidak berpihaknya negara pada rakyat, yang tercermin dalam penggunaan kekerasan sebagai alat mempertahankan kuasa merupakan alasan berdirinya BARA ADIL. “Pembentukan Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan ini diupayakan menjadi ruang untuk kita semua, para pengacara, para pencari keadilan,” tegas Kharisma.
Sejalan dengan kharisma, Rizky mengajak berbagai elemen bantuan hukum dan universitas untuk turut membantu masyarakat melalui BARA ADIL. Ia juga berpendapat bahwa bersatunya elemen OBH dalam BARA ADIL dapat mencegah tindakan represif pemerintah. “Bagaimanapun juga kita adalah bagian dari masyarakat dan kita adalah rakyat itu sendiri maka kita perlu untuk menyuarakan sikap,” ujar Rizky.
Penulis: Dicky Dharma
Penyunting: Aghli Maula
Illustrator: Nico Setiawan