
©Sarah/Bal
Petang hari selepas berkemah selama tujuh hari, mahasiswa UGM akhirnya ditemui Rektor dan jajarannya pada Rabu (21-05) di halaman Balairung UGM. Dalam Aksi Okupasi tersebut, mahasiswa UGM menyampaikan sembilan poin tuntutan kepada Rektor, Ova Emilia, untuk menyikapi berbagai persoalan eksternal dan internal kampus. “Kami ingin Ibu Ova yang sudah hadir di sini untuk memberikan tanggapan terhadap tuntutan-tuntutan yang sudah kami berikan,” tuntut salah satu mahasiswa. Salah satu poin yang dimaksud adalah menuntut rektorat untuk menyediakan ruang kegiatan yang layak bagi mahasiswa dan seluruh sivitas akademika UGM.
Menurut salah satu mahasiswa, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengalami pemotongan pagu imbas efisiensi anggaran. “Ada pernyataan bahwa universitas berkomitmen untuk menjaga agar kebijakan efisiensi tidak berdampak pada dana kegiatan kemahasiswaan, tapi nyatanya pagu UKM ada yang dipotong,” ujarnya. Beberapa UKM harus menerima hal tersebut, sedangkan pihak universitas menuntut mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermutu, menghasilkan prestasi, dan mengadakan sertifikasi.
Mahasiswa tersebut juga menyoroti transparansi pengelolaan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) yang tidak pernah diperbarui sejak disahkan pada 16 Januari 2025. ”Di surat ada potongan 50% untuk PTN-BH tapi di RKAT tidak diperbarui,” ungkapnya. Akibatnya, mahasiswa tidak bisa mengetahui ada atau tidaknya dampak efisiensi anggaran dari sana.
Berdalih dari hal tersebut , Hempri Suyatna selaku Sekretaris Direktorat Kemahasiswaan justru mempermasalahkan UKM yang menunggak hutang saat menyelenggarakan acara. Menanggapi hal tersebut, seorang mahasiswa mengkritisi keluhan direktorat dengan mengatakan bahwa hutang yang dihasilkan menandakan bahwa pagu yang disediakan belum mencukupi. “Kemarin utang karena [pagu-red] masih kurang, Pak. Sekarang malah tambah dikurangi kembali,” keluhnya.
Tak sampai di situ, UKM juga masih harus berhadapan dengan masalah pembatasan fasilitas oleh pihak rektorat. Seorang mahasiswa yang berasal dari salah satu UKM kesenian mengaku bahwa mereka harus mencari tempat latihan hingga Kabupaten Klaten. “UGM enggak bisa ngasih tempat, kita harus ekspansi ke tempat yang lain,” keluhnya. Tak berhenti di persoalan mencari suaka untuk tempat latihan, mereka juga harus mengeluarkan dana pribadi untuk menyewa alat gamelan.
Hal ini juga diafirmasi oleh mahasiswa lain, khususnya terkait penggunaan Gedung Inovasi dan Kreativitas (GIK). Salah seorang mahasiswa mengungkapkan penggunaan GIK tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan pada Hearing Rektorat pertama. “Billing-nya masuk ke Ditmawa dan kembali [dibebankan-red] ke teman-teman UKM Pak. Dimana itu dikatakan gratis buat teman-teman UKM,” tuturnya.
Keluhan lain datang dari UKM olahraga, mereka menyayangkan adanya pengurangan jam operasional GOR dan Stadion hanya sampai pukul 22:00 WIB. Padahal, kegiatan akademik mahasiswa bisa usai hingga sekitar pukul 19:00 WIB. “Jam sepuluh ditutup gerbangnya dan UKM itu memiliki ruang di mana untuk menyalurkan hobi olahraganya,” tutur salah seorang mahasiswa. Â
Arie Sujito, Wakil Rektor Kemahasiswaan dan Pengabdian kepada Masyarakat, menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan jam operasional bisa menjadi bahan evaluasi. Menanggapi itu, salah seorang mahasiswa menagih janji realisasi dari tuntutan serupa kepada pihak Rektorat. “Tahun lalu, Pak Arie juga bilang bahwa kebijakan jam malam akan dievaluasi. Sekarang bilangnya mau dievaluasi lagi, nah itu gimana, Pak?” tegasnya.
Di akhir sesi, mahasiswa menuntut pihak rektorat untuk segera memenuhi tuntutan. “Kami mau menyatakan closing statement kami dulu sebelum bapak Ibu meninggalkan [tempat-red],” ujar mahasiswa. Alih-alih menanggapi closing statement dari mahasiswa di akhir sesi, Ova bersama jajarannya memilih meninggalkan tempat.
Penulis: Dicky Dharma dan Muhammad Muflihun
Penyunting: Aghli Maula
Fotografer: Fatimah Azzahrah