Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
ANALEKTABINGKAI

Ekspresi Ruang dan Waktu di ARTJOG 2024

September 2, 2024

Area selasar depan Artjog 2024. ©Sarah/Bal

Instalasi padi, telinga, dan suara-suara aneh yang terdengar sakral memenuhi seluruh ruangan pertama Artjog. Ekspresi penasaran dan kagum terlihat dari wajah para pengunjung yang sedang melihat-lihat instalasi Suara Keheningan karya pasangan suami istri, Agus Wage dan Titarubi. Suara Keheningan menjadi karya pembuka di Artjog 2024 yang bertema “Motif: Ramalan”. Tema ini mengeksplorasi ramalan dan persepsi tentang waktu yang dipengaruhi oleh imajinasi, kreativitas, serta elemen budaya. Melalui “Motif: Ramalan”, para seniman menghadirkan kembali peristiwa masa lalu dan berbagai harapan di masa depan.

Instalasi utama Suara Keheningan karya Agus Wage dan Titarubi. ©Sarah/Bal

Instalasi padi yang ditanam di dalam galeri menggunakan media tanam. ©Sarah/Bal

Dalam karya Suara Keheningan, Agus dan Titarubi berusaha mengangkat isu pangan sebagai tema ramalan mereka. Transformasi tradisi pertanian tradisional ke pertanian modern menjadi fokus utama mereka, salah satunya tradisi rapalan-rapalan tandur. Tradisi yang bertujuan mengapresiasi alam saat musim panen ini telah terkikis oleh pemakaian mesin pertanian. Aris (bukan nama sebenarnya) salah satu pengunjung merasa isu soal pangan ini sangat relevan untuk diangkat saat ini, “Oke sih itu dijadiin fasad ya, sama Artjog,” ucap Aris.

Instalasi karya Pembacaan Serat Centhini, Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan. ©Sarah/Bal

Pengunjung mendengarkan pembacaan tembang menggunakan headphone. ©Sarah/Bal

Selain Suara Keheningan, di lantai pertama juga ada karya yang ramai dikunjungi pengunjung, Pembacaan Serat Centhini, Empat Puluh Malam, dan Satunya Hujan. Karya ini berasal dari tembang-tembang di Serat Centhini yang kemudian dinarasikan oleh Nicholas Saputra dan Happy Salma. Instalasi berbentuk dua manusia ini dilengkapi dengan headphone serta bangku untuk pengunjung yang hendak mendengarkan pembacaan tembang. Menurut Aini, adanya instalasi ini memberikan suatu pengalaman yang sangat menarik. “Ada sejarah-sejarah yang dibawakan melalui aktor-aktor itu juga jauh lebih menarik,” ungkap Aini.

Instalasi minyak atsiri di Capturing Aroma karya Tempa. ©Sarah/Bal

Detail seni lukis Capturing Aroma karya Tempa. ©Sarah/Bal

Kemudian berpindah ke lantai dua, terdapat Capturing Aroma karya Tempa yang berisi instalasi minyak atsiri, beragam pajangan flipbook, dan sejumlah lagu. Melalui rangkaian instalasi ini, Tempa berusaha merefleksikan peristiwa yang berhubungan dengan aroma, seperti penemuan parfum legendaris. Tempa merasa bahwa aroma adalah suatu bentuk yang rapuh sehingga untuk membangkitkan narasi personal dan subjektif diperlukan penggunaan visual dan suara. Aurel, selaku gallery sitter, berpendapat semua rangkaian ini adalah satu kesatuan, “Karena ini kan yang di frame ini terinspirasi juga dari rumah produksi atsiri ya, dari artisnya yang residensi di rumah atsiri. Jadi ini semua kaya nyambung,” ungkapnya.

Noir : Under Construction History of Surrealism and Consumerism Days karya Trio Muharam. ©Sarah/Bal

Selanjutnya di lantai paling akhir, terdapat Noir: Under Construction History of Surrealism and Consumerism Days karya Trio Muharam. Trio Muharam berusaha menggambarkan bahwa kehidupan sehari-hari juga bisa menjadi suatu bentuk konsumerisme lewat estetika film noir dan medium kode QR. Dalam instalasi karya ini, bentuk konsumerisme itu tergambarkan ketika pengunjung membayar hasil scan ramalan yang telah dibacakan oleh gallery sitter. Zulfi, salah satu pengunjung, menganggap keunikan ini juga bagian dari seni, “Kan sekarang seni bisa mungkin meluas bisa multimedia, jadi ya bagus, bisa sih,” tangkasnya.

Huda sebagai gallery sitter sedang membacakan ramalan ke pengunjung. ©Sarah/Bal

Hasil print out dari ramalan kode QR. ©Sarah/Bal

Para pengunjung terlihat penasaran dengan instalasi karya. ©Sarah/Bal

Secara garis besar, berbagai respons ditemui di beberapa pengunjung Artjog tahun ini. Menurut Aini, harga tiket sebesar 75 ribu rupiah sepadan dengan pengalaman yang ditawarkan Artjog. Banyak hal yang bisa dikulik di Artjog, mulai dari ekspresi ataupun cerita di dalam karya-karyanya. Namun, di sisi lain, Aris menilai karya yang dipamerkan Artjog tahun ini masih berkualitas standar, padahal tema Ramalan bisa dieksplor lebih luas lagi. Selain itu, tawaran kuratorial juga dirasa kurang. “Tema Artjog kemarin kan Lamaran, terus sekarang dijadiin Ramalan kayak main-main gitu,” papar Aris.

 

Penulis: Fatimah Azzahrah
Penyunting: Ahmad Arinal Haq
Fotografer: Fatimah Azzahrah

1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Tak Kasat Makna

Anggaran Tersedot Misterius (ATM)

Berebut Gunungkidul

Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Rintih Dara

Antara Stigma dan Setara

Tak Kasat Makna

Anggaran Tersedot Misterius (ATM)

Berebut Gunungkidul

Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Rintih Dara

Antara Stigma dan Setara

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM