Salah satu bahasan pada forum interpelasi MPM KM UGM terhadap BEM KM UGM pada Rabu (11-8) adalah polemik jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) BEM KM UGM. Julian Ariza, Pimpinan II MPM KM, menyampaikan bahwa Kintansari Adhyna Putri selaku Sekjen BEM KM telah melanggar Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2017 tentang Tata Laksana Organisasi Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada Pasal 14 Ayat 2. Di sana tercantum bahwa batas keanggotaan Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) adalah sidang skripsi. Faktanya, berdasarkan keterangan Ika Wulandari Widyaningrum selaku Kepala Seksi Akademik Fisipol UGM, Kintan sudah sidang skripsi pada Agustus 2020.
Beberapa hari pascainterpelasi, perkara ini kembali mencuat. Terlihat pada utas @mhswmskinjogja yang ditulis 30 Agustus 2021 di Twitter dengan 688 retweets, 1.098 quote tweets, dan 3.504 likes saat berita ini ditulis. Utas tersebut menyatakan bahwa Kintan telah diperbolehkan terus menjabat oleh Ditmawa. “Tentang Peraturan Rektor, Kintan bilang kalau Ditmawa, yang merupakan teman-temannya, sudah memperbolehkan. Nyatanya waktu pelantikan Kintan yang datang,” begitu salah satu kalimat di utas tersebut.
Meskipun Julian sudah menyertakan Peraturan Rektor No. 1 Tahun 2017 sebagai salah satu landasan yuridis, Kintan tetap menjawab dalam konteks AD/ART Keluarga Mahasiswa (KM) UGM, yakni wisuda sebagai batas masa menjabat. Kintan memaparkan bahwa pihaknya sudah mengantisipasi skenario bila dirinya diwisuda sebelum demisioner. “Sudah disiapkan surat yang akan ditandatangani Ditmawa yang menyatakan bahwa saya berhak menuntaskan masa bakti meskipun sudah diwisuda,” terang Kintan. Alasannya, Sekjen dibutuhkan untuk menuntaskan Laporan Pertanggungjawaban yang akan berpengaruh terhadap keberlangsungan kepengurusan selanjutnya.
Farhan mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui Peraturan Rektor yang membuat jabatan Sekjen periodenya menjadi problematis sebelum forum interpelasi. Selain itu, Farhan menambahkan bahwa Ditmawa secara tidak langsung telah memperbolehkan Kintan menjabat. Fakta bahwa Kintan tertulis sebagai perwakilan BEM KM di SK Pelantikan Ormawa pada Februari 2021 dinilainya sebagai bukti Ditmawa tidak mempersoalkannya. “Sangat disayangkan Ditmawa tidak menyadari dan mengingatkan perihal status hukum Kintan berdasarkan Peraturan Rektor terkait pada saat pelantikan tersebut,” lanjut Farhan.
Farhan juga mengutarakan bahwa permasalahan ini berakar pada perbedaan batas waktu keanggotaan Ormawa antara Peraturan Rektor dengan AD/ART KM UGM. Pada AD/ART KM UGM Bab II Pasal 3, batasnya bukan sidang skripsi melainkan wisuda. Dia juga menambahkan bahwa pihaknya sempat berkoordinasi dengan MPM KM pada 12 Juni 2021. Kala itu, landasan hukum yang dipakai MPM KM untuk mengingatkan BEM KM adalah AD/ART KM UGM, bukan Peraturan Rektor. “Kami mengaku salah. Namun, kami juga tidak ingin hal ini terulang lagi sehingga sinkronisasi AD/ART KM UGM dengan peraturan di atasnya mesti dilakukan saat Kongres KM UGM,” ujar Farhan.
Suharyadi coba meluruskan informasi yang beredar dalam pertemuan antara Ditmawa dengan beberapa perwakilan UKM serta Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa UGM pada Jumat (3-9). Berdasarkan keterangannya, Kintan memang pernah memintanya untuk menandatangani surat perpanjangan masa jabatan Sekjen BEM KM pada 16 Agustus 2021, lima hari setelah forum interpelasi. Namun, permintaan tersebut ditolaknya. “Fakta bahwa Kintan sudah yudisium membuat permintaan tersebut tidak saya kabulkan,” ungkapnya. Hal ini, terang Suharyadi, dilandasi argumentasi bahwa status kemahasiswaan berakhir setelah mahasiswa terkait melaksanakan yudisium.
Mugiyarto pun menegaskan pihaknya tidak pernah punya kesepakatan apapun soal perpanjangan masa bakti Kintan. Apapun yang terjadi, tuturnya, mengacu saja pada Peraturan Rektor yang notabene lebih tinggi dari AD/ART Ormawa. “Sebagai seorang intelektual muda, mestinya paham,” tulisnya via WhatsApp.
Suharyadi juga menyatakan bahwa kasus seperti ini pernah terjadi di UKM Satuan Resimen Mahasiswa (Satmenwa). Kala itu, Enggar Saputro selaku Ketua Satmenwa yang mengenyam bangku D-3 hendak mengambil ekstensi S-1. Lantas dia berkonsultasi kepada Ditmawa yang menyarankannya untuk digantikan wakilnya sebagai Pelaksana Tugas. Sebab, status kemahasiswaannya berakhir sampai dia terdaftar kembali sebagai mahasiswa aktif di Program Ekstensi S-1. “Namun, pada kasus BEM KM, tidak ada konsultasi apa pun sebelumnya. Langsung meminta surat perpanjangan yang akhirnya saya tolak,” ujar Suharyadi.
Erata: sebelumnya paragraf kedelapan ditulis, “… kasus seperti ini pernah terjadi di UKM Menembak. Kala itu, ketuanya yang mengenyam …”. Sekarang diubah menjadi, “… kasus seperti ini pernah terjadi di UKM Satuan Resimen Mahasiswa (Satmenwa). Kala itu, Enggar Saputro selaku Ketua Satmenwa yang mengenyam …“. Kami memohon maaf atas kesalahan data yang kami berikan sebelumnya.
Penulis: Farah Ramadanti, Sofiana Martha Rini
Penyunting: Ardhias Nauvaly Azzuhry
Fotografer: Maximillian Caesaro Parama Bisatya