Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILASREDAKSI

Di Balik Minimnya Jurnalis Perempuan di Ruang Redaksi

Juli 13, 2021

©Shafa/Bal

Jumat (10-07), Remotivi mengadakan diskusi daring sekaligus peluncuran riset bertajuk “Mengapa Banyak Mahasiswi Jurnalistik dan Sedikit Jurnalis Perempuan?” melalui Zoom. Narasumber dari diskusi daring tersebut, antara lain Muhamad Heychael, Peneliti Remotivi; Nurul Hasfi, Peneliti dan Pengajar Jurnalistik Universitas Diponegoro; dan Eriyanto, Peneliti dan Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Diskusi daring ini dipandu oleh Lintang Ratri Rahmiaji selaku moderator yang mengarahkan diskusi dalam membahas alasan di balik kurang tertariknya mahasiswi ilmu komunikasi atau jurnalistik menjadi jurnalis.  

Di awal diskusi, Heychael memaparkan kondisi di ruang redaksi yang masih membutuhkan lebih banyak perempuan untuk menjadi jurnalis. Jumlah perempuan di berbagai universitas, khususnya pada jurusan ilmu komunikasi selalu mendominasi. Akan tetapi, jumlah lulusan mahasiswi yang berasal dari jurusan ini tidak sebanding dengan jumlah perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis. “Berdasarkan temuan data di lapangan, ketertarikan mahasiswi ilmu komunikasi yang bekerja sebagai jurnalis hanya sebesar 30.2 persen,” jelas Heychael. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswi memang tidak tertarik dengan profesi tersebut.

Kemudian, Nurul menjelaskan perihal faktor penentu ketertarikan mahasiswi dalam menekuni profesi sebagai jurnalis. “Berdasarkan hasil temuan, faktor yang paling dominan dalam menentukan ketertarikan mahasiswi terhadap profesi ini adalah ekspektasi hasil dan efikasi diri,” ungkap Nurul. Ia menerangkan bahwa yang dimaksud ekspektasi hasil adalah pandangan positif dan negatif yang kemudian mempengaruhi harapan dari berprofesi sebagai jurnalis.

Menurut Nurul, dari hasil penelitian diperoleh temuan mengenai beberapa pandangan positif terhadap pekerjaan sebagai jurnalis. Pertama, privilese yang didapat. Dengan menjadi jurnalis, seseorang akan memiliki keistimewaan dan eksklusivitas untuk menghadiri berbagai acara, termasuk bertemu banyak narasumber penting. Kedua, segi intelektual. Menjalani karier sebagai jurnalis dianggap dapat menambah wawasan dan memberikan kesempatan untuk mempelajari berbagai hal baru. Ketiga, aktivitas kerja jurnalistik. Pekerjaan ini dapat melatih kemampuan menulis dan dokumentasi terhadap suatu peristiwa. Keempat, dampak positif sebagai jurnalis. Kemampuan dalam memengaruhi khalayak luas melalui karya jurnalistik, membela kepentingan masyarakat, dan dapat menyampaikan informasi yang benar sesuai situasi di lapangan menjadi hal positif yang bisa diperoleh sebagai jurnalis. 

Selain itu, Nurul juga memaparkan tentang pandangan negatif terhadap ekspektasi hasil yang juga tidak lepas dari profesi sebagai jurnalis. Beberapa pandangan negatif tersebut adalah gaji yang tidak mencukupi, tidak adanya kepastian karier yang diberikan, bahaya yang dapat mengancam saat membawakan berita sensitif, profesi yang dinilai seksis dan masuk ke ranah gender, dan cukup mengambil banyak waktu serta tidak memberi ruang bagi perempuan yang berperan sebagai ibu. Selanjutnya, faktor dominan lain yang memiliki andil terhadap ketertarikan mahasiswi jurnalistik adalah efikasi diri.

Eriyanto memaparkan bahwa efikasi diri diidentifikasikan sebagai seberapa jauh seseorang merasa bahwa dirinya mampu untuk menapaki suatu karier. Menurut data yang diperoleh, Nurul menambahkan jika di konteks ini mahasiwi percaya bahwa mereka bisa menjadi jurnalis. Namun, di satu sisi, mereka tidak percaya jika dirinya mampu untuk menduduki puncak karier. 

Pada proses pembentukkan efikasi diri antara mahasiswa perempuan dan laki-laki yang menempuh jurusan jurnalistik, terdapat perbedaan yang mendasarinya. Dijelaskan oleh Eriyanto, bahwa efikasi dalam diri perempuan dipengaruhi oleh pengalaman belajar dan kompetensi, sementara untuk laki-laki tidak berlaku demikian. “Alasan di balik perbedaan dari proses terbentuknya efikasi diri laki-laki karena kemungkinan besar profesi ini identik dengan laki-laki,” jelas Eriyanto. Ia menambahkan, perlunya penelitian lanjutan untuk mencari tahu peran gender dalam profesi jurnalis. 

Penulis : Annisa Shafa Regina
Penyunting: Anisa Azmi Nurrisky A

1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM