
©Rika/Bal
Pada Minggu (07-02), komunitas media Gapatma mengadakan diskusi daring yang bertajuk “Disko Keuangan #1: Bank vs Koperasi Kredit, Mana yang Lebih Menguntungkan Nasabahnya?”. Terinspirasi dari Ekspedisi WatchDoc yang berjudul “BUKAN BANK”, diskusi ini membahas koperasi di Kalimantan yang memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Dua narasumber hadir sebagai pemantik, yaitu Munaldus Nerang, Pendiri Koperasi Kredit Keling Kumang dan Dandhy Dwi Laksono, Pendiri WatchDoc.
Diskusi diawali dengan Munaldus menjelaskan mengenai koperasi kredit, lembaga milik masyarakat yang dikelola oleh-dari-kepada masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi. Koperasi kredit memiliki prinsip bahwa manusia adalah aset paling utama. Terdiri atas kumpulan masyarakat yang mau meningkatkan kesejahteraan dan memiliki tujuan akhir dalam berekonomi. Bergerak untuk mencapai keberhasilan dengan saling mendukung dan memberikan kontribusi antar sesama anggota. “Koperasi kredit merupakan kendaraan untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama,” ungkap Munaldus.
Munaldus menekankan bahwa koperasi kredit berbeda dengan bank. Koperasi kredit mengutamakan anggota, dan tabungan akan disalurkan kembali kepada anggota. Hal tersebut berbeda dengan bank yang berorientasi pada keuntungan dan akan disalurkan kepada investor. Anggota koperasi kredit adalah pemilik koperasi sehingga dapat mengajukan pendapat demi kemajuan koperasi tersebut. Berbeda dengan bank yang menganggap anggota sebagai nasabah dan hanya menerima layanan tanpa dapat berkontribusi langsung kepada bank.
Walaupun tidak berorientasi pada keuntungan, koperasi kredit berhasil tumbuh dan besar di Kalimantan. Contohnya adalah Koperasi Kredit Keling Kumang yang didirikan oleh Munaldus pada 1993, kini sudah memiliki 180.713 anggota dengan aset 1,6 triliun rupiah. Munaldus meyakini bahwa koperasi kredit dapat berkembang dan berhasil di Kalimantan karena koperasi kredit berhasil memberikan kontribusi bagi kondisi sosial-ekonomi masyarakat secara signifikan.
Berkaca dari keberhasilan Koperasi Kredit Keling Kumang, Dandhy menyatakan bahwa koperasi kredit mampu berhasil di Indonesia. Melihat masyarakat Indonesia memiliki modal sosial yang kuat, seperti budaya komunalisme, masyarakat paguyuban, dan gotong royong. “Oleh karena itu, potensi koperasi kredit tidak boleh diremehkan,” ucap Dandhy.
Selain itu, Dandhy berpendapat bahwa masyarakat tidak bisa mengandalkan negara dalam hal pengembangan koperasi. Menurutnya, masyarakat sipil yang harus bahu-membahu untuk mengembangkan koperasi kredit. “Tidak ada yang bisa diharapkan dari negara dalam melakukan perubahan secara struktural. Namun, gerakan antar masyarakat sipil untuk saling membantu untuk membangun koperasi kredit,” ungkap Dandhy.
Senada dengan Dandhy, Munaldus beranggapan bahwa koperasi dapat berjalan dan mensejahterakan masyarakat. Sepanjang bentuk sistemnya yang tidak jauh dari cara sistem arisan yang telah ada di Indonesia. Hal ini juga akan membantu masyarakat kecil, sebab bermodalkan kumpulan uang secukupnya. Tidak diperlukan modal yang besar.
Melihat koperasi kredit yang tidak pernah terekspos di televisi dan media mainstream nasional lainnya, Dandhy merasa gagasan koperasi kredit perlu dipopulerkan lagi. Dandhy berpendapat bahwa koperasi kredit dapat dipopulerkan melalui platform yang lebih populis dengan gagasan yang lebih kenamaan. Melalui film Ekspedisi WatchDoc, Dandhy berusaha menyampaikan koperasi kredit sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada publik. “Saya berharap bahwa keterbukaan informasi mengenai koperasi kredit dapat menstimulasi lahirnya koperasi kredit baru,” ungkap Dandhy.
Penulis: Jacinda Nuurun Addunyaa
Penyunting: Afifah Fauziah Setyaningrum
Fotografer: Dzikrika Rahmatu H