
Vifebri/Bal
Senin (11-1), Mahasiswa S3 Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia menyelenggarakan webinar dengan judul “Kebijakan untuk Melindungi Kelompok Rentan dan Mengurangi Ketimpangan pada Masa Pandemi COVID-19 dan Masa Depan: Isu pada Akses Layanan dan Bukti Ilmiah.” Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Arief Anshory Yusuf, Dosen Departemen Ekonomi Universitas Padjadjaran; Irwanto, Dosen Psikologi Universitas Atma Jaya; dan Lusiana Julia, Senior Program Officer International Labour Organization (ILO). Webinar ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat agar dapat melindungi kelompok rentan semasa Pandemi COVID-19.
Arief mengawali diskusi ini dengan menyatakan bahwa krisis 2020 karena pandemi COVID-19 menyebabkan ketimpangan. Ia menyatakan bahwa jika dilihat dari Indeks Gini, tingkat ketimpangan di Indonesia biasa-biasa saja. Namun, menurut Arief, data tersebut kurang valid karena hanya melihat dari segi konsumsi saja, tidak mengikutsertakan segi produksi. Selain itu, isu lainnya yang perlu dibahas selama pandemi adalah kerentanan. Kerentanan yang dimaksud ialah banyaknya masyarakat yang tergolong miskin jika ambang batas kemiskinan digeser sedikit dari ambang batas normalnya. Arief berpendapat bahwa di Indonesia, kerentanan yang tinggi terjadi pada masyarakat dengan tingkat kemiskinan di bawah standar.
Sementara itu, Julia menuturkan bahwa berdasarkan data dari ILO, satu sampai enam pekerja muda termasuk ke dalam kelompok rentan karena rawan terdampak Pemutusan Hubungan Kerja, terlebih dalam kondisi pandemi saat ini. Berdasarkan data, tercatat ada sekitar 94 persen perusahaan yang melakukan lockdown dan sekitar 70 persen pekerja berada pada sistem lockdown yang ketat di negara tertentu. Negara-negara yang melakukan lockdown mengalami penurunan pendapatan sebesar 9 persen, sedangkan ketika lockdown dibuka, pendapatan hanya meningkat sebesar 6 persen. Menurut Julia, hal tersebut akan menyebabkan pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Menanggapi permasalahan tersebut, Arief menjelaskan bahwa perlu ditegakkan keadilan untuk pekerja sebelum pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi didukung oleh produktivitas dari para tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja yang ada perlu didukung oleh keadilan sosial. Julia mengafirmasi pernyataan Arief dengan menegaskan bahwa kebijakan sosial harus ditempatkan sebagai investasi, bukan charity.
Lebih lanjut, Julia menekankan negara berpendapatan rendah untuk lebih mementingkan kesehatan dan keamanan. Sebab, kecenderungan dalam mengesampingkan kesehatan akan berakibat pada bobroknya jaminan sosial saat terjadi krisis. Contohnya adalah pendistribusian bantuan sosial yang hanya menjangkau 10-20 persen masyarakat miskin. Padahal, dalam database, terdapat 40 persen masyarakat miskin yang mendapat bantuan. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan semakin banyaknya bantuan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah jika terjadi gangguan atau krisis.
Menurut Arief, kemampuan Indonesia dalam mengelola uang negara maupun uang yang sebenarnya berpotensi diterima oleh negara masih cukup rendah. Rendahnya kualitas institusi ini dipengaruhi oleh banyaknya kelompok kepentingan yang mencari keuntungan sebesar mungkin dengan usaha seminimal mungkin, salah satunya adalah aktivitas pencarian rente. Hal ini selaras dengan pernyataan Julia yang berpendapat bahwa aktivitas pencarian rente dapat membuang uang. “Contohnya pengambilan dana bansos sebanyak Rp10.000,00 dari setiap Rp300.000,00 total bansos yang seharusnya disalurkan.” tegas Arief.
Menurut Irwanto, pemimpin dalam suatu pemerintahan perlu konsisten untuk mengatasi kemiskinan yang ada. Dalam hal ini, ia menegaskan bahwa permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan yang tepat oleh pemimpin. Ia juga memberikan contoh pada kasus kemiskinan di Kota Surabaya yang diatasi oleh gubernur, bukan Dinas Sosial Surabaya. “Pemimpin yang konsisten pasti dapat melawan kekuatan yang membelokkan tujuan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan” pungkasnya.
Penulis: Ridha Fatmasari, Abdul Azizul Hakim, Lokahita Pradipta
Penyunting: Syifa Hazimah H.A.
Fotografer: Vifebri Fajar Nolaputri