
©Anas/Bal
Sabtu (25-07), Standing Committee on Public Health-Center for Indonesian Medical Students Activities (SCOPH CIMSA) mengadakan seminar daring bertajuk “Stunting dan COVID-19 di Indonesia: Hubungan dan Pencegahannya untuk Mencegah Stunting secara Holistik.” Seminar daring melalui kanal YouTube CIMSA Indonesia ini diadakan sebagai bentuk edukasi dan promosi kesehatan yang dikesampingkan di masa pandemi COVID-19.
Seminar daring yang berlangsung selama dua jam tersebut menghadirkan dua narasumber. Pertama, ahli nutrisi organisasi PBB bidang dana anak-anak (UNICEF), Sri Wahyuni Sukotjo. Kedua, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Brian Sriprahastuti. Acara ini dimoderatori oleh Yehezkiel Nathanael, alumni CIMSA Indonesia.
Sri mengawali diskusi dengan menjelaskan permasalahan gizi di Indonesia. Ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini mengalami tiga permasalahan gizi, yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan kekurangan gizi mikro. Salah satu contoh kondisi kurang gizi adalah stunting. Menurut Sri, stunting merupakan permasalahan gizi terbesar di dunia. “Permasalahan stunting berkaitan erat dengan lingkungan, termasuk pola asuh keluarga, asupan pangan, dan kondisi sanitasi yang mendukung tumbuh kembang anak,” tambah Sri.
Menurut Sri, perkembangan otak terhambat pada anak yang mengalami stunting. Padahal, otak seorang anak berkembang mencapai 90% pada umur lima tahun. Sedangkan perkembangan otak anak paling cepat terjadi pada seribu hari pertama kehidupan. “Anak yang mengalami stunting dapat mengalami penurunan fungsi kognisi, yakni menurunnya kemampuan untuk menilai, mempelajari hal-hal baru, dan mengingat,” tambah Sri.
Sri mengatakan, pelayanan kesehatan ibu dan anak memiliki peran penting dalam pengendalian stunting. Namun, akibat pandemi, terjadi penurunan pelayanan kesehatan. “Terjadi pengalihan fokus untuk menangani COVID-19 yang membuat program kesehatan tertunda atau diubah metodenya,” tambah Sri. Namun, ia menjelaskan, kendala itu dapat diatasi melalui tiga metode. Pertama, online face-to-face, yakni menggunakan metode panggilan video secara daring. Kedua, face-to-face, yaitu mendatangi rumah warga dengan menerapkan protokol kesehatan. Ketiga, online virtual, yang berarti mengirimkan pesan via WhatsApp ataupun SMS.
Selanjutnya, Brian memaparkan kebijakan pemerintah terkait masalah stunting di masa pandemi. Ia menyatakan bahwa stunting tetap menjadi isu nasional meski pandemi. Sehingga, pemerintah masih menargetkan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, yakni angka stunting turun dari 30,18% pada tahun 2018 menjadi 14%. “Pemerintah berupaya untuk tetap menuntaskan permasalahan stunting melalui tiga aspek yaitu, regulasi, teknokrasi, dan kolaborasi,” jelas Brian.
“Dalam upaya mendukung penurunan angka stunting di masa pandemi, terdapat aspek regulasi yang mengandung empat langkah yang diambil pemerintah,” jelas Brian. Pertama, menyusun protokol tentang kesehatan dan perlindungan perempuan dan anak. Kedua, menerapkan protokol penanganan responsif terhadap hak perempuan dan anak. Ketiga, memastikan data kasus terpilah berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. Keempat, membuat surat keputusan bersama lintas sektor untuk menyusun dan melaksanakan protokol.
Selanjutnya, melalui aspek teknokrasi, dilaksanakan promosi dan pelayanan kesehatan di posyandu dan puskesmas. “Pelayanan kesehatan dimulai dari layanan pemeriksaan kehamilan hingga persalinan yang menjamin keselamatan ibu dan bayi,” jelas Brian. Brian juga menambahkan bahwa orang tua dan tenaga kesehatan memiliki peran untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, utamanya pada seribu hari pertama kehidupan.
“Pencegahan stunting tidak hanya dilakukan melalui pelayanan kesehatan, namun juga aspek kolaborasi,” kata Brian. Menurut Brian, pencegahan stunting dimulai dari orang tua yang memiliki kesadaran penuh terhadap hak anak untuk mendapat pengasuhan yang baik. Orang tua harus memberikan gizi terbaik melalui pangan yang sehat dan bergizi untuk anaknya. Selain itu, masyarakat yang kolaboratif juga diperlukan sebagai wadah berbagi ilmu mengenai pencegahan stunting.
Seminar daring ini diakhiri dengan sesi tanya jawab. Salah satu peserta menanyakan tentang ciri fisik anak yang mengalami stunting. Menjawab pertanyaan tersebut, Sri mengatakan bahwa stunting hanya bisa dilihat secara kelompok. Senada dengan Sri, Brian menambahkan pentingnya kolaborasi masyarakat untuk mengentaskan stunting. “Edukasi mengenai pola hidup masyarakat untuk menjadi sehat merupakan peran kunci dalam penurunan angka stunting,” tutup Brian.
Penulis: Aufa Fathya
Penyunting: Nadia Intan Fajarlie