Gabungan beberapa perwakilan pedagang kantin kebun bintang (bonbin) dan mahasiswa se-Sosio Humaniora (Soshum), kala itu memecah keheningan malam. Mereka melantangkan kalimat yang berbunyi, “Relokasi kamu kaya, relokasi rakyat merana, renovasi pilihan kita semua!” Bertempat di Kantin Bonbin Kluster Soshum UGM, seruan itu merupakan deklarasi penolakan mereka atas wacana rektorat tentang relokasi Kantin Bonbin. Deklarasi tersebut merupakan puncak dari acara pentas seni sebagai aksi tanggapan atas wacana relokasi itu. Pihak rektorat mengatakan bahwa area Bonbin nantinya akan dijadikan taman Edukopolis. Hal inilah yang melatarbelakangi terselenggaranya Pentas Seni “Tolak Relokasi, Dukung Renovasi Bonbin” pada kamis malam (7/1).
Gusti Nur Asla Shabia, selaku panitia, menjelaskan bahwa tema “Tolak Relokasi, Dukung Renovasi Bonbin,” dipilih untuk memberi solusi agar Bonbin sebaiknya direnovasi ketimbang direlokasi. Ide tersebut diperoleh setelah melihat kenyataan bahwa Bonbin sendiri merupakan tempat yang penting bagi banyak orang, baik pedagang maupun mahasiswa. “Cuma di sini tempat kita bisa berkumpul dengan mahasiswa dari fakultas lain secara santai,” ujar mahasiswi FIB ’15 ini.
Terkait kepanitiaan, Shabia mengatakan, “Pensi ini diinisiasi Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), lalu panitianya berasal dari simpatisan Mahasiswa Soshum.” Shabia menambahkan bahwa panitia memilih konsep pentas seni karena ingin menarik perhatian lebih dari warga UGM. Dengan demikian, ia berharap warga UGM dapat lebih kritis dalam mengawal isi ini.
Acara dimulai dengan penayangan video yang berisi testimoni dari beberapa pengunjung serta pihak pedagang Bonbin. Dari video itu, banyak pendapat yang menyayangkan keputusan relokasi tersebut. Mereka menyatakan lebih membutuhkan Bonbin sebagai kantin tempat berkumpul daripada dijadikan taman seperti rencana rektorat. Pada akhir video, mereka lantang menegaskan niat mereka dengan berkata, “Dukung renovasi, tolak relokasi!”
Aslama Nanda Rizal, selaku simpatisan dari mahasiswa, turut menyampaikan orasinya pada acara malam itu. Ia menyuarakan dengan lantang kritiknya terhadap rektorat. “Identitas UGM sebagai kampus kerakyatan sudah tak lagi tampak, karena UGM tak lagi mendengar suara dari rakyatnya,” seru mahasiswa FIB ’13 ini. Ia memaparkan permasalahan di UGM sebagai contoh, seperti kasus relokasi Bonbin serta masalah KKN yang muncul belakangan ini. Orasi dari Aslam itu di tutup dengan menyanyikan lagu ‘Darah Juang’ ciptaan John Tobing bersama para pengunjung yang hadir.
Senada dengan orasi Aslam, Mokhamad Ali Zaenal Abidin, salah seorang pengunjung, juga mengungkapkan pendapatnya. “Rektor memiliki alasan tersendiri untuk merelokasi, misalnya, ingin merapikan dan membuat tempat publik.” Namun, Ali menyayangkan pihak rektorat belum menyelenggarakan konsolidasi dengan mahasiswa dan pedagang Bonbin. Padahal, merekalah yang terkena dampak langsung sebagai akibat dari wacana ini. “Rektorat lupa bahwa mahasiswa dan pedagang juga merupakan warga kampus,” terang mahasiswa Fakultas Kedokteran ’12 itu.
Salah satu pedagang di Bonbin, Wisnu Hariyanto menyayangkan keputusan tersebut. Ia menceritakan kios yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya selama dua puluh tahun. Seandainya dipindah, ia khawatir usaha tersebut bisa mati. Selanjutnya, Ia berharap pihak rektorat akan tetap mempertahankan Bonbin. “Kalaupun jadi dipindah, semoga tetap di area Soshum,” tuturnya.
Bayu Brilianto, mahasiswa Fakultas Filsafat ‘13, juga berharap Bonbin tetap berada ditempatnya yang sekarang. Menurutnya, Bonbin merupakan tempat pemersatu seluruh mahasiswa Soshum. Kalau jadi dipindah, hal itu sangat ia sayangkan karena mahasiswa lintas fakultas tidak lagi mempunyai ruang untuk sekedar bertemu, atau berdiskusi secara langsung. “Oleh karena itu, saya hadir disini sebagai wujud simpati atas wacana relokasi tersebut,” ujar pria berkacamata itu.
Ketika ditanya mengenai acara ini, para pedagang mengaku tidak mengetahui awal mulanya. Wahyu mengakui acara ini benar-benar tidak terduga. “Ketika muncul wacana relokasi ini, ternyata tak hanya pedagang yang merasakan dampaknya, mahasiswa pun turut merasakan,” paparnya. Sebagai wujud simpati, mahasiswa telah melakukan banyak hal, salah satunya acara ini. “Saya sangat berterima kasih atas acara ini, semoga dengan ini mendapat hasil yang terbaik,” pungkas Wahyu. [Abdul Hakam N, Dewi Wijayanti]