Sebuah opening ceremony diadakan di bioskop Empire XXI pada Senin (2/12) kemarin. Acara ini digelar sebagai peresmian pagelaran Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) ke-8. Sebelumnya, panitia telah mengadakan open air cinema di dusun Tembi, Brayut dan kampung Kotagede pada 29 sampai 30 November 2013.
Pembukaan JAFF tahun ini diawali dengan pementasan tari saman. Budi Irawanto dan Garin Nugroho sebagai festival director dan festival president memberikan beberapa sambutan sebelum pembukaan resmi acara. Acara resmi dibuka dengan pemukulan rebana oleh executive director dan managing director JAFF, Ifa Isfansyah dan Ajish Dibyo. Opening Ceremony JAFF dihadiri oleh beberapa nama yang sudah terkenal di dunia perfilman Indonesia, seperti Riri Riza dan Ismail Basbeth. Acara malam itu diakhiri dengan pemutaran film berjudul hanyut karya sineas Malaysia, U Wis Bin Haji Saari.
Untuk tahun ini, panitia mengusung tema Altering Asia. “Tema ini diangkat untuk menunjukkan dinamika perfilman Asia yang selalu terbuka terhadap perubahan serta menghilangkan segala stereotip terhadap perfilman Asia sekarang ini,” jelas Budi Irawanto dalam sambutannya. Untuk mendukung tema tersebut, Ifa Isfansyah menyertakan feature bertajuk Focus On Korea yang menyorot perfilman negeri ginseng. Korea muncul sebagai ujung tombak perfilman Asia karena mampu menembus pasar Hollywood.
Selain Focus On Asia, JAFF menghadirkan program khusus Light Of Asia dan Asian Feature yang diisi oleh film pilihan dari berbagai penjuru benua ini. Ismail Basbeth dan Damar Ardi, selaku programmer festival berharap film-film yang diputar di perhelatan JAFF akan menunjukkan keragaman wajah Asia, baik melalui film pendek atau panjang.
Hanyut dipilih sebagai film pembuka festival. Film adaptasi lepas dari novel Joseph Conrad berjudul Almayer’s Folly ini dianggap sebagai sebuah alegori yang tepat untuk menggambarkan tema Altering Asia. Film ini mengisahkan kehidupan seorang keturunan Belanda bernama Kaspar Almeyer. Berlatarkan sebuah pedesaan Malaysia di tengah kekuasaan kolonial Inggris abad 19, nilai-nilai kebudayaan melayu yang mengakar dalam di film ini. Lydia, salah satu penonton, mengaku terpukau dengan akting para pelakon dalam film ini. U Wei Bin Haji Saari menyampaikan bahwa ia sengaja menitikberatkan karakter-karakter wanita dalam film tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap kebudayaan melayu yang terlalu berpusat pada kaum laki-laki.
Hanyut merupakan salah satu dari 80 film yang berasal dari berbagai Negara di Asia, seperti Indonesia, Malaysia, Jepang, Thailand, Korea, dan Iran. Film-film ini akan turut meramaikan festival JAFF 2013. Dari 80 film tersebut, 29 di antaranya akan disertakan dalam kompetisi. Para pemenang akan diumumkan saat penutupan acara di Empire XXI pada tanggal 7 Desember 2013.
Pemutaran film dan acara pendukung lainnya berlangsung mulai tanggal 2-7 Desember 2013 di Empire XXI dan Taman Budaya Yogyakarta. Panitia akan menarik donasi sebesar Rp5.000,- untuk beberapa film tertentu. “Animo masyarakat yang terus meningkat terhadap perfilman Asia menjadi faktor utama penarikan donasi ini,” tutup Ajish Dibyo. [Kevin Muhammad, Dina Islamiyah Putri, Nur Hayati]