
©Nabila/Bal
Kamis (13-01), sejumlah warga bahu-membahu mendirikan pos penjagaan baru di Padukuhan Gowok, Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap rencana inventarisasi dan identifikasi bidang-bidang tanah untuk penambangan batu andesit oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purworejo. Rencana ini tercantum dalam surat bertanggal 27 Desember 2021 mengenai permohonan personel pengamanan pelaksanaan pengukuran tanah di Desa Wadas, yang dilayangkan BPN Kabupaten Purworejo kepada Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak.
Suprapto, warga setempat, menyebut bahwa upaya penjagaan melalui kegiatan ronda di sejumlah pos telah dimulai sejak terjadinya bentrok dengan aparat akibat pengukuran dan pematokan tanah secara sepihak satu tahun silam. Itu sebabnya diadakan penjagaan secara bergilir di tiga belas pos yang tersebar di sepuluh padukuhan berbeda, yakni Gowok, Salam, Krejeng, Jaten, Kaliancar, Krajan, Winong, Gendol, Randuparang, dan Kalimanggis. Susanto, salah seorang warga Wadas, menambahkan bahwa pos penjagaan ini didirikan sebagai upaya memblokir akses bagi siapa pun yang hendak mendukung kegiatan penambangan. “Kalau mereka nekat, kami pasti nekat juga,” tegasnya.
Meski setiap hari ronda bergilir dilakukan di pos penjagaan, hari itu, suasana cukup berbeda. Sebab, seluruh warga yang sebagian besar merupakan petani rela meninggalkan pekerjaannya demi menjaga akses masuk ke dalam Desa Wadas. “Semuanya di pos, tidak ada yang bekerja,” tutur Suprapto. Hal ini dilakukan demi mengantisipasi datangnya petugas pertanahan yang berencana mengadakan pengukuran tanah di minggu kedua tanggal 13 Januari. Kamim, salah seorang warga, bahkan mengaku sudah tidak berangkat ke sawah selama beberapa hari. Sebab, selain berjaga di pos, ia juga kedapatan tugas menerima tamu yang datang untuk bersolidaritas.
Selain pemuda dan pria dewasa, juga perempuan dan ibu paruh baya turut terlibat dalam menjaga Desa Wadas. Syaroh, salah seorang warga anggota Wadon Wadas, mengungkapkan bahwa jadwal penjagaan dibagi menjadi dua kloter, yakni kloter siang bagi perempuan dan kloter malam bagi laki-laki. “Ibu-ibu jaga sambil menganyam besek, tani ditinggal dulu,” ujarnya. Selain itu, para perempuan juga diimbau untuk berani menanyakan tujuan dan keperluan setiap orang atau kendaraan asing yang akan masuk desa.
Untuk memenuhi kebutuhan logistik, warga mengadakan dapur umum di dekat Pos Kaliancar. Dapur ini diadakan sebagai upaya memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum baik bagi warga maupun relawan yang selama ini kerap menginap di rumah warga. “Setiap relawan boleh istirahat dan makan di dapur umum,” tutur Maksi, salah seorang relawan. Hal ini dilakukan demi menjaga asupan logistik bagi warga yang telah rela meninggalkan kegiatan sehari-harinya. Begitu pula, relawan yang terus berdatangan seiring mencuatnya kembali kabar akan dilanjutkannya pengukuran tanah.
Sampai menjelang gelap, belum tampak tanda-tanda akan datangnya petugas pengukuran tanah atau aparat. Syaroh menilai mereka urung melakukan hajatnya sebab telah gentar melihat respons dan perlawanan warga. Menurutnya, pihak warga telah menyampaikan kepada BPN, jika terjadi sesuatu maka warga tidak akan bertanggung jawab. “Jadi, mudah-mudahan sudah tidak berani ke sini,” ujarnya.
Penulis: Han Revanda Putra
Penyunting: Bangkit Adhi Wiguna
Fotografer: Nabila Hendra Nur Afifah