Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

Potret Buram di Balik Masifnya Pembangunan Jalan Tol

Juli 18, 2020

Anas/Bal

Pembangunan selama masa kepemimpinan Joko Widodo berjalan secara masif dengan banyaknya Proyek Strategi Nasional yang dicanangkan, salah satunya pembangunan tiga ruas jalan tol di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Berdasarkan hal tersebut, timbul beberapa pertanyaan mulai dari kepentingan ekonomi politik dibalik pembangunan jalan tol hingga dampak yang ditimbulkannya pada masyarakat sekitar proyek pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengadakan diskusi bertajuk “Kepentingan Ekonomi Politik Dibalik Pembangunan Jalan Tol Indonesia” pada Rabu sore (15-07).

Diskusi yang bertujuan untuk menumbuhkan ruang partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut, dilaksanakan secara daring dengan menghadirkan tiga pembicara. Ketiga pembicara itu yakni Wakil Ketua Bidang Penelitian Pengembangan dan Hubungan Kelembagaan Lembaga Ombudsman DIY, Yusticia Eka Noor Ida; Dosen Sosiologi Fisipol UGM, AB Widyanta; dan Editor Eksekutif INSISTPress, Achmad Chairudin. Para pembicara tersebut dimoderatori langsung oleh Budi Hermawan, selaku pengacara Publik LBH Yogyakarta.

Diskusi diawali dengan pemaparan Yusticia mengenai pembangunan jalan tol dan beban lingkungan. Dalam presentasi yang dibawakannya, ia memaparkan bahwa Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKHL) di pulau Jawa pada tahun 2018 berada pada rentang nilai 50-70 yang masuk pada kategori kurang baik. Menurutnya, salah satu pemicunya adalah meluasnya lahan kritis yang semakin mengkhawatirkan sehingga daya dukung lingkungan hidup diperkirakan akan menurun seiring alih guna lahan, yang sebelumnya didominasi oleh lahan sawah menjadi jalan tol. Ia juga mengingatkan bahwa pembangunan tol seharusnya tidak menggunakan lahan pertanian yang terlalu berlebihan karena sektor pertanian merupakan penopang ekonomi negara, mengingat Jawa merupakan pemasok 53% kebutuhan pangan nasional. “Untuk Jawa saja seribu hektare lahan pertanian diperkirakan hilang, ini setara dengan lima ribu ton padi per tahun”, paparnya.

Pembahasan berlanjut ke sejarah pembangunan jalan tol di Indonesia dan kepentingan politik ekonomi dibaliknya oleh Chairudin. Ia mengatakan bahwa pembangunan jalan tol sudah masif sejak era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan Presiden Joko Widodo saat ini banyak merealisasikan dan menyelesaikannya. Ia pun menyayangkan sedikitnya kajian yang membahas tentang jalan tol, padahal dampaknya sangat signifikan karena proses pengadaannya memakan lahan yang sangat luas. 

Chairuddin juga menyinggung soal buku yang ia terjemahkan berjudul “Menaja Jalan” yang berangkat dari kerangka teori New Institutional Economic (NIE). “Basis asumsi dari teori NIE ini adalah bahwa pembangunan infrastruktur dan infrastruktur itu sendiri sebagai sarana yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi”, terangnya. Selanjutnya, ia mengkritik kerangka teori NIE tersebut karena perumusan sampai pelaksanaan infrastruktur dalam kerangka teori NIE hanya menitikberatkan pada kelembagaan formal negara dan abai dengan mekanisme informal, khususnya dalam bidang pertanahan. Padahal, mekanisme informal sangat berpengaruh bahkan menentukan.

Chairudin kemudian menyebutkan bahwa terdapat tiga arena yang menentukan bagaimana mekanisme informal berlangsung. Pertama, hubungan pemerintah, bisnis, dan “perburuan rente” atau istilah yang lebih populer, oligarki, yang merupakan warisan orde baru. Kedua, pembuatan aturan main ekstra parlementer, dengan asosiasi bisnis yang banyak bermain. Ketiga, pembebasan lahan. “Ketika pembangunan infrastruktur yang tujuannya mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan membangun konektivitas itu tidak tercapai, sia-sia pengorbanan ribuan hektare lahan pertanian produktif, tidak hanya dari aspek lingkungan, tapi juga penghidupan masyarakat petaninya”, pungkas Chairudin.

Widyanta, selaku pembicara terakhir, menyatakan dengan tegas bahwa jalan tol bukanlah infrastruktur dasar karena tidak berpihak kepada publik secara luas. Menurutnya, jalan tol memang diperuntukkan secara tidak langsung untuk kalangan menengah ke atas yang mempunyai mobil pribadi. “Saya boleh menyatakan bahwa jalan tol ini adalah jalan ataupun lorong reproduksi akumulasi kapital yang hanya menguntungkan sebagian kecil segelintir elit di negeri ini maupun juga globalist atau global”, tambahnya.

Soal dampak sosiologis terkait jalan tol dalam paparan Widyanta, tidak hanya memutilasi batas-batas administrasi desa, namun juga mensegregasi warga dan komunitas. “Dimensi sosial-kolektif ini, kita tidak pernah menakarnya secara serius dalam jangka panjang”, sesalnya. Widyanta kemudian menutup diskusi dengan menyarankan untuk menggerakkan dan memperkuat politik kewargaan dalam proses-proses politik yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama.

Penulis : Naufal Ridhwan Aly
Penyunting : Deatry Kharisma Karim

AB WidyantaAchmad ChairudinINSISTPressJalan TolJoko WidodoLBH YogyakartaLembaga Ombudsman DIYMenaja JalanProyek Strategi NasionalYusticia Eka Noor Ida
1
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM