
©Jalu/Bal
Petikan ukulele malam itu membuka acara Seminar Sesrawung PKKH UGM yang berjudul “Keroncong Stambul dan Kisah Lainnya: Hasil Riset dan Residensi Seniman Mengajar 2018.” Ceramah budaya bertajuk “Keroncong Stambul Fajar dan Kisah Lainnya” diselanggarakan di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) pada Rabu (09/06). Acara ini diselenggarakan oleh PKKH UGM dengan tujuan untuk mengenalkan berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia. Dalam acara tersebut juga turut hadir Iqbal Saputra dan Hannah Standiford selaku pembicara. Mereka berdua sempat melakukan riset mengenai Keroncong Stambul Fajar yang ada di Pulau Mendanau, Belitung pada tahun 2018.
Kesenian Keroncong kerap diidentikan dengan kesenian Jawa, sehingga tema Keroncong Stambul Fajar ini menarik untuk diangkat. Hal tersebut juga disampaikan oleh Hamada Adzani, yang akrab disapa Mada, selaku manajer program Seminar Sesrawung PKKH UGM. Menurut Mada, Indonesia yang luas tidak hanya direpresentasikan oleh Jawa saja. “Saya berusaha menampilkan beragam sisi dari Indonesia, termasuk keroncong yang bukan Jawa,” terangnya.
Ketika bertemu Iqbal, Mada sepakat untuk membahas Keroncong Stambul Fajar dalam Acara Seminar Sesrawungan PKKH UGM. Iqbal menjelaskan bahwa Keroncong Stambul merupakan salah satu dari beberapa jenis musik keroncong yang ada saat ini. Dinamakan Keroncong Stambul karena sejarah musik ini dipengaruhi oleh musik gaya Istanbul. Sebelum Iqbal memulai risetnya, ia menduga terdapat keterkaitan antara Keroncong Stambul Fajar di Pulau Mendanau dengan musik keroncong yang ada di Jawa. Namun asumsi Iqbal tidak terbukti. “Ketika observasi, di sana saya menemukan kenyataan bahwa apa yang selama ini saya yakini ternyata tidak ada atau tidak terbukti,” ujarnya.
Pada acara tersebut, Hannah Standiford membahas perubahan yang terjadi pada musik Keroncong Stambul Fajar setelah menjadi objek utama pariwisata di Kabupaten Belitung. Hannah menjelaskan bahwa turis yang datang ke sebuah destinasi wisata pasti mempunyai harapan atau ekspektasi terhadap destinasi wisata yang dikunjungi. Upaya untuk memenuhi ekspektasi turis tersebut juga dapat mendorong seniman musik memodifikasi musik yang mereka tampilkan. “Pada kasus ini, Kelompok Musik Pengakar Campo dapat melestarikan Musik Keroncong Stambul Fajar tetap sama seperti yang biasa dimainkan zaman dulu,” tambah Hannah.
Selain diskusi, kelompok kesenian Keroncong Stambul Fajar, Pengakar Campo turut menampilkan musik dari Pulau Mandanau, Belitung. Paryanta, selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung, mendukung berbagai upaya untuk menggali dan mengembangkan kebudayaan yang dimiliki Belitung. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung juga sudah mendaftarkan kesenian tersebut untuk menjadi cagar kebudayaan non-fisik. “Dinas Kebudayaan telah berupaya mendaftarkan sebagai kekayaan budaya non-benda, walau masih dalam proses,” ucap Paryanta.
Penulis: Jalu Tathit P.S.
Penyunting: Abilawa Ihsan