Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...
Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...
Kota Batik yang Tenggelam
Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal
Membumikan Ilmu Bumi
Kuasa Kolonial Atas Pangan Lokal
Anis Farikhatin: Guru Kesehatan Reproduksi Butuh Dukungan, Bukan...
Tangan Tak Terlihat di Balik Gerakan Rakyat
Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...
LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Menilik Akar Masalah Sepakbola Nasional

Mei 30, 2015

DSCF8945Sore itu,  (28/05) selasar barat Fisipol yang biasanya lenggang kali ini ramai oleh kumpulan mahasiswa yang sedang diskusi. Diskusi ini diselenggarakan oleh Forum Olahraga Fisipol (FOF) guna mengawal problematik pembekuan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nachrawi. Sebagai pemantik, FOF mengundang Guntur Cahyo Utomo, mantan pelatih mental Timnas U-19, Sirajudin Hasbi, pengamat sepakbola, dan Fajar Junaedi, Penulis buku “Bonek”.

Diskusi yang memakai teknis talkshow dibuka sekitar pukul 15.30 oleh Moderator. Selanjutnya, ketiga pembicara tersebut memaparkan berbagai masalah yang kiranya menjadi  penyebab PSSI dibekukan. Fajar menyatakanbahwa masalah yang timbul saat ini diakibatkan dari perpecahan kompetisi di Indonesia pada 2012. Saat itu Persebaya yang tampil di Indonesia Super League (ISL) mendapat hukuman dari PSSI karena menolak bertanding. Ketika terjadi kisruh tersebut, Persebaya pindah ke kompetisi Indonesia Premier League(IPL). Langkah Persebaya tersebut diikuti klub-klub, seperti PSMS Medan, Semen Padang, PSM Makassar, dan beberapa klub lain. Adanya dua kompetisi tersebut mendapat teguran dari Federasi Sepakbola Internasional (FIFA). Pemerintah yang mengetahui hal tersebut lantas mencoba membantu PSSI menyelesaikan permasalahan tersebut

Selain dualisme kompetisi, Hasbi menceritakan problem lain dalam sepakbola Indonesia. Menurutnya pengelolaan klub-klub di Indonesia terbilang buruk, terutama dalam pengelolaan biaya. Klub-klub di Indonesia cenderung mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Senada dengan Hasbi, Fajar pun mengungkapkan bahwa problem APBD ini sudah sejak tahun 1990-an ketika penyatuan Liga Galatama dan Perserikatan yang menjadi awal kompetisi sepakbola Indonesia. Liga Galatama yang pendanaannya dipegang swasta disatukan dengan Liga Perserikatan yang bergantung ke APBD. Sejak saat itulah klub-klub di Indonesia mulai menggunakan APBD.

Akan tetapi, yang terjadi malah tidak seperti harapan. Ketika mengandalkan APBD, klub-klub ini hanya akan bertahan selama satu musim saja, untuk musim berikutnya harus menunggu APBD turun lagi. Sehingga, mereka tidak berkembang, karena pemain hanya berlatih dan berkumpul ketika musim kompetisi berjalan saja. Nasib pemain juga tidak jelas karena kontrak mereka hanya bertahan satu musim saja. Adanya APBD yang memang berasal dari pemerintah ini, juga membuat klub-klub ini selalu diawasi oleh pemerintah. Sehingga terkesan lumrah jika pemerintah ikut campur dalam urusan PSSI.

Selama kita menunggu sepakbola Indonesia menjadi berkembang dan sehat kembali, Hasbi mengajak kita sebagai pecinta sepakbola untuk lebih mendukung persepakbolaan Indonesia. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan menonton sepakbola dengan membeli tiket yang resmi, membeli kostum dan aksesori yang dikeluarkan secara klub secara resmi. “Dengan hal itu kita telah satu langkah memajukan persepakbolaan Indonesia,” tukas Hasbi menutup diskusi. [Abdul Hakam Najah]

diskusiFIFAfisipolnasionalpolitikPSSIsepak bola
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua...

Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam...

Tantangan Konservasi dan Pelestarian Lingkungan dalam Diskusi Ekspedisi...

LBH Yogyakarta Ungkap Intimidasi Aparat Pasca-Aksi Agustus di...

Diskusi dan Perilisan Zine Maba Sangaji Basuara, Tilik...

Diskusi Buku dan Budaya, Soroti Peran Sastra Melawan...

1 komentar

pendi April 17, 2016 - 12:30

sepakbola indonesia sudah dikuasai orang-orang yang hanya cari duit dan cari popularitas saja di sepakbola.

Reply

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Tilik Relasi Kolonial di Papua dalam Diskusi Papua Bukan Tanah Kosong

    November 24, 2025
  • Diskusi Pendidikan dan Demokrasi, Ungkap Gagalnya Pendidikan dalam Sikapi Diskriminasi

    November 24, 2025
  • Kota Batik yang Tenggelam

    November 21, 2025
  • Titah AW: Jurnalisme Bisa Jadi Kanal Pengetahuan Lokal

    November 21, 2025
  • Membumikan Ilmu Bumi

    November 21, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM