Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
WAWASAN

Mitos Terorisme Lingkungan

Mei 25, 2025

©Aiken/BAL

Kala Api radikalisasi membakar semangat aktivisme lingkungan, ia turut menyulut pelbagai taktik jitu demi misi mulia atas nama lingkungan. Namun, mitos terorisme mencuat ke permukaan menjadi senjata utama untuk memadamkannya.

Kesuksesan Hari Bumi pada 22 April 1970 telah menarik makin banyak perhatian masyarakat Amerika Serikat terhadap isu-isu lingkungan (Long 2004). Tahun-tahun 1970-an memang menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ide-ide baru dan radikal perihal solusi persoalan lingkungan. Salah satu tawaran solusi yang muncul kala itu adalah penambahan direct action ‘aksi langsung’ ke dalam repertoar taktik aktivis-aktivis lingkungan. Ide dari direct action cukup sederhana: aktivis harus turun langsung ke lapangan untuk menghentikan perusakan lingkungan.

Ide tersebut muncul, salah satunya, akibat seorang aktivis lingkungan atas nama “The Fox” yang menggunakan taktik sabotase dalam aksinya. Bagi The Fox, aksinya tidaklah berbeda dari tindakan menghentikan seseorang yang sedang memukuli anjing atau mencekik manusia hingga tewas (Long 2004). Pandangan The Fox ini mengekspresikan sentimen ketidakpercayaan terhadap cara-cara advokasi konvensional yang dinilai tidak cukup cepat dan adekuat dalam menyelamatkan lingkungan. 

Terbitnya buku-buku seperti Earth Tool Kit (1971), Ecotage! (1972), dan The Monkey Wrench Gang (1975) ikut menjadi katalisator bagi penyebarluasan ide-ide dengan sentimen serupa. Organisasi-organisasi yang mengadopsi ide-ide radikal tersebut pun mulai bermunculan, bahkan hingga awal tahun 1990-an. Beberapa di antaranya merupakan nama-nama besar, seperti Earth First!, Sea Shepherd Conservation Society (SSCS), dan Animal/Earth Liberation Front (ALF/ELF) (Long 2004). 

Walaupun dengan ciri khas dan fokus isu yang berbeda-beda, organisasi-organisasi tersebut senada dalam preferensi mereka terhadap taktik-taktik ilegal. Taktik-taktik tersebut meliputi aksi sederhana seperti tree spiking hingga aksi-aksi yang lebih bombastis seperti pelepasan hewan dari kandang, pembakaran proyek, perusakan laboratorium, dan perusakan alat-alat berat. Aksi-aksi tersebut pun, umumnya, dilakukan secara anonim dan diam-diam (Long 2004), berbeda dari pembangkangan sipil yang dilakukan di siang bolong secara terang-terangan.

Koran Times Observer yang memberitakan aksi ELF sebagai aksi eko-terorisme.

Fenomena aktivisme lingkungan radikal ini kemudian dikenal sebagai “Eko-terorisme”. Jika ditelaah secara tidak teliti, tampilan luar dari aksi-aksi para aktivis lingkungan ini dapat terlihat sebagai penjelasan yang adekuat bagi munculnya istilah tersebut. Namun, kenyataannya, istilah “Eko-terorisme” bukanlah istilah yang netral. Ia adalah istilah yang menyesatkan dan sarat akan muatan politik. Ia merupakan sebuah mitos yang disebarkan oleh kalangan tertentu untuk memberantas aktivisme lingkungan yang selama ini mengusik kepentingan mereka.

Membantah Tuduhan

Menurut Primoratz (1990), tujuan terorisme adalah untuk memaksakan suatu tuntutan dengan cara menebar ketakutan. Kekerasan terhadap orang-orang tak bersalah pun menjadi salah satu ciri utama terorisme sebab hal tersebut merupakan cara paling efektif untuk menebar ketakutan. Dalam hal ini, mayoritas kasus aktivisme lingkungan radikal tidak menunjukkan ciri tersebut. 

Ambil contoh ALF/ELF yang telah dicap sebagai salah satu ancaman terorisme domestik paling serius di Amerika Serikat. Dari 1100 lebih tindakan ilegal yang dilakukan ALF/ELF, belum ada yang memakan korban jiwa (Potter 2009). Hal ini bukan kebetulan semata. ELF memiliki pedoman yang secara eksplisit mengharuskan setiap aksinya untuk mengambil segala tindakan pencegahan agar tidak ada kehidupan yang tersakiti (Pickering 2007).  

Selain itu, ELF juga menyebutkan bahwa aksi mereka ditujukan untuk menyebabkan kerugian finansial bagi aktor-aktor perusak lingkungan. Dengan menyabotase proyek-proyek yang merusak lingkungan, ELF berusaha mendesak para pelaku proyek untuk menghentikan proyeknya atas dasar kerugian finansial (Pickering 2007). Oleh karena itu, target ELF bukanlah orang-orang tak bersalah yang dipilih secara acak, melainkan properti dari aktor perusak lingkungan. Taktik ini dikenal dengan nama “eco-sabotage” atau “ecotage”. Istilah tersebut jauh lebih tepat dibanding istilah eko-terorisme sebab aktivis-aktivis lingkungan radikal—yang kurang lebih bergerak dengan modus operandi yang sama—tidak mencerminkan pola terorisme (Pickering 2007; Primoratz 1990).

Namun, Sumner & Weidman (2013) menunjukkan bahwa penggunaan istilah eko-terorisme telah diterima secara luas dengan tidak kritis. Istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan dipakai untuk mendeskripsikan aktivisme lingkungan radikal dalam mayoritas pemberitaan media. Kepopuleran istilah eko-terorisme merupakan fenomena “politik” sebab di balik popularitasnya, tak lain dan tak bukan, adalah aktor-aktor yang membawa agenda anti-aktivisme lingkungan.

Di Balik “Eko-Terorisme”

Penggunaan istilah eko-terorisme berawal dari artikel berjudul “Eco-Terrorism” yang ditulis pada tahun 1983 oleh Ron Arnold (Sumner & Weidman 2013). Penggunaan istilah tersebut kentara bersifat politis mengingat Arnold adalah seorang aktivis libertarian yang anti-aktivisme lingkungan. Artikel tersebut mengawali tergesernya istilah “ecotage” yang muncul lebih dahulu pada tahun 1972 (Long 2004). 

Pemilihan label teroris ini jelas tidak arbitrer. Berawal dari the Reign of Terror selama masa revolusi perancis, kata “terorisme” selalu terkoneksi dengan aksi kekerasan terhadap sesama manusia (Sumner & Weidman 2013). Namun, kekuatan retoris dari kata “terorisme” baru benar-benar terlihat, khususnya di Amerika Serikat, semenjak adanya War on Terror untuk merespons tragedi 11 September 2001. Setelah tragedi tersebut, masyarakat membentuk perasaan spesifik mengenai terorisme. Kata “terorisme” menjadi istilah yang mengimplikasikan perilaku mematikan, tidak patriotik, kejam, irasional, radikal, dan gila (Wagner 2008). 

Selain memunculkan konotasi negatif bagi setiap hal yang dilabelinya, kata “terorisme” juga mengimplikasikan perlakuan tertentu yang dirasa layak bagi penyandang label tersebut. Seorang teroris, dalam melancarkan tindakannya, telah melanggar segala batasan moral dan hukum yang telah ada sehingga usaha untuk memberantasnya juga harus lepas dari batasan-batasan tersebut (Vanderheiden 2005). Atas dasar premis itu, jika organisasi seperti ALF/ELF disamaratakan sebagai teroris layaknya Al-Qaeda, maka segala perlakuan yang dirasa layak bagi Al-Qaeda juga layak diterapkan bagi ALF/ELF dan organisasi-organisasi serupa lainnya.  

Ketakutan dan kebencian masyarakat terhadap terorisme ini pun tak luput dimanfaatkan oleh FBI. Pada tahun 2002, FBI memasukkan perusakan properti ke dalam pendefinisian aksi terorisme dan secara eksplisit memberikan definisi mereka sendiri atas “eko-terorisme”. Padahal, seksi 802 dari USA PATRIOT Act (Undang-undang anti-terorisme Amerika Serikat) pada tahun 2001 memiliki definisi yang lebih ketat dibanding itu. Definisi USA PATRIOT Act merekognisi terancamnya kehidupan manusia sebagai isu sentral terorisme, sementara definisi FBI menaikkan perusakan properti ke level yang sama dengan pembunuhan (Sumner & Weidman 2013).

Green Scare

Usaha pemberantasan aktivisme lingkungan ini dilakukan secara sistematis dan dikenal sebagai Green Scare. Nama Green Scare terinspirasi oleh Red Scare—usaha pemberantasan komunisme pada paruh pertama abad ke-20 di Amerika Serikat—atas dasar kemiripan taktik yang dimiliki keduanya. Baik Green Scare ataupun Red Scare sama-sama mengandalkan narasi ancaman domestik untuk mendorong agenda politik penguasa, menanam ketakutan, dan meredam perlawanan. Jika Red Scare mengandalkan narasi bahaya komunisme, Green Scare mengandalkan narasi bahaya eko-terorisme; sebuah narasi yang tidak hanya ditujukan kepada para aktivis lingkungan radikal saja, melainkan juga kepada pendukungnya dan aktivisme lingkungan secara keseluruhan (Potter 2009).

Will Potter (2009) menjelaskan bahwa Green Scare beroperasi dalam tiga level dasar, yaitu: legal, legislatif, dan extra-legal. Di level legal, narasi terorisme digunakan untuk memastikan aktivis lingkungan yang berhadapan dengan hukum akan dihukum seberat-beratnya. Contohnya adalah investigasi operation backfire yang berujung pada diadilinya sebelas aktivis ALF/ELF pada tahun 2005. Dalam pengadilan tersebut, narasi terorisme sudah sedari awal digunakan. Tujuannya adalah untuk mengualifikasikan aksi para aktivis tersebut sebagai aksi yang layak mendapatkan terrorism enhancement (pemberatan pidana bagi tindak pidana terorisme). Dengan terrorism enhancement, penegak hukum dapat memperberat hukuman terpidana lewat pelipatgandaan waktu penjara, penempatan terpidana di penjara-penjara paling berbahaya, dan pembatasan kontak dengan orang luar.

Di level legislatif, terdapat perancangan kerangka legal yang dapat mempermudah dan memperberat hukuman bagi aksi aktivisme lingkungan. Animal Enterprise Terrorism Act (AETA) merupakan salah satu contoh kerangka legal tersebut. Diloloskan pada tahun 2006, AETA sebenarnya merupakan ekspansi dari Animal Enterprise Protection Act (AEPA) yang berlaku sejak 1992. Pelanggaran yang dapat dihukum dalam AEPA terbatas pada aksi yang seminimalnya menyebabkan kerugian sebesar 10000 USD bagi perusahaan yang bergerak di bidang produk-produk hewani. Namun, dalam AETA, batasan minimal kerugian tersebut dihapus serta sanksi juga lebih diperberat.

                 
Contoh iklan propaganda dengan narasi ekoterorisme yang dimuat di Roll Call dan The New York Times (Potter 2009). 

Di level extra-legal, pendiskreditan aktivisme lingkungan dilakukan lewat kampanye media. Lapak iklan di media-media besar seperti New York Times dan Washington Post disewa untuk membalut aktivisme lingkungan, lagi-lagi, dengan narasi terorisme. Travis Wagner (2008) juga memperlihatkan hal yang serupa, bahwa arsip media dari tahun 1984—2006 menunjukkan media berperan dalam mem-framing aksi ecotage sebagai terorisme, terutama sejak 2001. Tidak hanya berhenti di framing saja, wacana ketakutan juga makin sering digunakan dalam pemberitaan media untuk menunjukkan keseriusan bahaya dari eko-terorisme.

Segala macam usaha tersebut ditujukan untuk satu tujuan sederhana. Walaupun sering dibalut dengan narasi patriotisme, tujuan asli dari Green Scare adalah untuk melindungi kepentingan korporasi. Aksi-aksi ALF/ELF sendiri saja diperkirakan sudah menyebabkan kerugian lebih dari 100 juta USD bagi korporasi-korporasi perusak lingkungan. Tidak mengherankan jika korporasi, bersama pemerintah, bersusah payah dengan segala cara mendiskreditkan aktivisme lingkungan (Potter 2009).

Pemerintah dan korporasi juga tidak menyembunyikan fakta tersebut. Misalnya, Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) pernah menyinggung soal bahaya eko-terorisme bagi korporasi dalam sebuah buletin bagi agensi penegak hukum pada tahun 2006. Namun, dalam buletin tersebut, tidak sekali pun kata “kekerasan” digunakan, hal ini mengindikasikan prioritas DHS yang terpusat pada kepentingan korporasi, alih-alih bahaya nyata bagi masyarakat (Potter 2009).

Penutup

Bagi kapitalisme, akumulasi kapital jelas lebih penting daripada alam. Segala macam mitos pun ia ciptakan untuk memberangus siapa pun yang tidak setuju dengannya. Baginya, tangisan bumi tidak terdengar seperti rintihan seorang ibu, melainkan suatu suara yang bahkan tidak menggetarkan gendang telinganya. Namun, bagi anak-anak yang masih bisa mendengar rintihan itu, segala hal akan mereka lakukan, sekalipun penjara dan catatan buruk dalam sejarah akan jadi tempat akhir peristirahatan mereka.

Penulis: Gladwin Panjaitan
Penyunting: Achmad Zainuddin
Ilustrator: Aiken Gimnastiar

Daftar Pustaka

Abbey, Edward. 1975. The Monkey Wrench Gang. J.B. Lippincott.

Arnold, Ron. 1983. “Eco-Terrorism.” Reason. 1 Februari 1983. https://reason.com/1983/02/01/eco-terrorism/.

Cotton, Josh. 2022. “20 Years since Attack at Research Station in Irvine.” Times Observer. 27 Agustus 2022. https://www.timesobserver.com/news/local-news/2022/08/20-years-since-attack-at-research-station-in-irvine/. 

Encyclopedia Britannica. (tanpa tahun). “Tree Spiking.” Diakses 12 April 2025. https://www.britannica.com/topic/tree-spiking. 

Environmental Action. 1971. Earth Tool Kit: A Field Manual for Citizen Activists. Richmond Hill, Ont. : Simon & Schuster of Canada.

FBI. 2006. “‘Operation Backfire’ Nets 11 Indictments.” FBI. 20 Januari 2006. https://archives.fbi.gov/archives/news/stories/2006/january/elf012006. 

Jarboe, James F. . “The Threat of Eco-Terrorism.” 2002. FBI. 12 Februari 2002. https://archives.fbi.gov/archives/news/testimony/the-threat-of-eco-terrorism. 

Long, Douglas. 2004. Ecoterrorism. Infobase Publishing.

Love, Sam, dan David Obset. 1972. Ecotage!. Pocket Books.

Nugroho, Aditya. 2025. “Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau.” Balairungpress. 4 Mei 2025. https://www.balairungpress.com/2025/05/gerakan-hijau-tersandera-meja-hijau/. 

Pickering, Leslie James. 2007. The Earth Liberation Front, 1997-2002. PM Press.

Potter, Will. 2006. “How Does the Animal Enterprise Terrorism Act Work?” GreenIsTheNewRed. 1 Mei 2006. http://www.greenisthenewred.com/blog/animal-enterprise-terrorism-act-walkthrough/1153/. 

Potter, Will. 2009. “The Green Scare” Vermont Law Review 33 (4): 671-688. 

Potter, Will. 2009. “Green-Scaremongers Place Anonymous New York Times Ad.” GreenIsTheNewRed. 3 Maret 2009. http://www.greenisthenewred.com/blog/nyt-ad/33/. 

Primoratz, Igor. 1990. “What Is Terrorism?” Journal of Applied Philosophy 7 (2): 129–38. https://doi.org/10.1111/j.1468-5930.1990.tb00261.x. 

Sumner, David Thomas, dan Lisa M. Weidman. 2013. “Eco-Terrorism or Eco-Tage: An Argument for the Proper Frame.” Interdisciplinary Studies in Literature and Environment 20 (4): 855–76. https://doi.org/10.1093/isle/ist086. 

the United States Congress. 2001. UNITING and STRENGTHENING AMERICA by PROVIDING APPROPRIATE TOOLS REQUIRED to INTERCEPT and OBSTRUCT TERRORISM (USA PATRIOT ACT) ACT of 2001. Vol. 802. https://www.govinfo.gov/content/pkg/PLAW-107publ56/pdf/PLAW-107publ56.pdf. 

Vanderheiden, Steve. 2005. “Eco-Terrorism or Justified Resistance? Radical Environmentalism and the ‘War on Terror.’” Politics & Society 33 (3): 425–47. https://doi.org/10.1177/0032329205278462. 

Wagner, Travis. 2008. “Reframing Ecotage as Ecoterrorism: News and the Discourse of Fear.” Environmental Communication 2 (1): 25–39. https://doi.org/10.1080/17524030801945617.

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

Proyek Kapitalisasi Kegilaan

Sematan Kontrasepsi yang Terpatri

Musik Tuli dalam Ragam Indrawi

Pembungkaman Pikiran yang Terwariskan

Kian Tertindas Imbas Klasemen Universitas

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025
  • Kapan KKN Harus Dihapus?

    Mei 24, 2025
  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM