Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Sampai Kapanpun, Aparat Bukanlah Manusia!
Polisi Tidur
Solidaritas Warga Warnai Aksi Jogja Memanggil
Partisipasi Publik Makin Terbatas, Ruang Sipil Kena Imbas
Demonstrasi di Mapolda DIY, Gas Air Mata Penuhi...
Jerit Masyarakat Adat Papua dalam Jerat Kerja Paksa...
Konservasi yang Tak Manusiawi
Anggaran Serampangan
Diskusi Serikat Pekerja Kampus, Soroti Ketidakjelasan Proses Etik...
Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILASREDAKSI

Penyintas Kekerasan Tuntut Keadilan Lewat Karya Tulis

Maret 10, 2022

©Enggar/Bal

Sebagai bagian dari perayaan Hari Perempuan Sedunia 2022, Omong-Omong Media melaksanakan diskusi bertajuk “Siasat Melawan Kekerasan pada Perempuan” pada Senin (07-03). Diskusi yang dipandu oleh Okky Madasari ini digelar secara daring dan disiarkan langsung melalui Live YouTube. Terdapat empat pembicara dalam diskusi ini, yakni Katarina Retno, Penulis dan Akademisi Universitas Katolik Musi Charitas; Yuniviar Ekawati, penyintas kasus kekerasan; Agus Ghulam, penulis; dan Tsamrotul Ayu, Front Santri Lawan Kekerasan Seksual. 

Empat pembicara tersebut merupakan penulis yang pernah mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan di laman milik Omong-Omong Media. Dalam diskusi ini, mereka dikumpulkan untuk membahas bagaimana cara perempuan penyintas kekerasan dapat mengolah emosi dan memulihkan trauma dengan mengekspresikannya melalui tulisan. 

Diskusi dipantik dengan cerita Yuvi mengenai kekerasan yang dialaminya beberapa tahun lalu. Kemudian, ia memutuskan untuk menceritakan kekerasan tersebut dalam tulisan. Yuvi menganggap tulisan adalah sarana untuk melepaskan ingatan traumatisnya, “Aku memilih media cerita pendek (cerpen) karena tidak seberat menceritakannya langsung,” jelas Yuvi.

Berbeda dengan Yuvi, Ayu berpandangan bahwa menulis merupakan media penyebaran informasi yang cukup efektif bagi penyintas kekerasan. Ketika menulis, ia berharap tulisannya dapat dibaca oleh banyak orang. Urgensi penyintas kekerasan seksual untuk menulis semakin meningkat apabila tindak lanjut untuk mengadili kasus kekerasan terhenti, terutama bagi mereka yang memiliki latar belakang biasa saja. “Menulis adalah senjata saya, karena saya bukan dari keluarga yang berada,” sambung Ayu.

Lebih lanjut, Ayu mengatakan bahwa puncak kekuatan tulisan yang ia buat adalah saat tulisannya diterbitkan di situs web milik Omong-Omong Media. “Dampaknya sangat luar biasa, tulisan saya menjadi viral setelah dibagikan di Twitter dan Instagram,” ungkap Ayu. Setelah tulisan diterbitkan, Ayu melihat terdapat perkembangan terhadap tindak lanjut kasus ini. Pihak kepolisian akhirnya memasukkan pelaku dalam Daftar Pencarian Orang. Dari rentetan kejadian tersebut, Ayu berkesimpulan bahwa menulis bisa menjadi kekuatan besar mendorong suatu kasus untuk segera ditindak.

Menyambung Ayu, Okky berpendapat bahwa upaya menangani kekerasan terhadap perempuan juga memerlukan andil laki-laki. Oleh karena itu, menurut Okky, Agus dihadirkan sebagai pembicara laki-laki dalam diskusi ini. “Harus ada laki-laki yang turut berjuang dan menyadari kekerasan terhadap perempuan itu tidak bisa dibenarkan,” tambah Okky.

Agus mengakui bahwa dalam kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual, laki-laki merupakan pelaku yang dominan meskipun kekerasan seksual dapat menimpa semua gender. Oleh karena itu, peran laki-laki juga diperlukan untuk melawan kekerasan. “Oleh karena itu, gerakan penghapusan kekerasan harus menjadi agenda bersama,” jelas Agus.

Sebagai penutup, Retno berharap seluruh perempuan dapat terus bersuara, saling mendukung, merangkul, dan mendengarkan untuk mencegah kekerasan. Salah satunya melalui sarana tulisan. “Bagi saya, menulis dapat menyelamatkan saya dari banyak kemungkinan buruk,” ungkap Retno.

Penulis: Aisyah Masruro, Malika Mumpuni Mahfud, dan Sekarini Wukirasih
Penyunting: Jacinda Nuurun Addunyaa
Fotografer: Fransiskus Asisi Anggito Enggarjati

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Solidaritas Warga Warnai Aksi Jogja Memanggil

Partisipasi Publik Makin Terbatas, Ruang Sipil Kena Imbas

Demonstrasi di Mapolda DIY, Gas Air Mata Penuhi...

Jerit Masyarakat Adat Papua dalam Jerat Kerja Paksa...

Diskusi Serikat Pekerja Kampus, Soroti Ketidakjelasan Proses Etik...

Perayaan dan Perlawanan Perempuan Mahardika di Panggung Merdeka...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Sampai Kapanpun, Aparat Bukanlah Manusia!

    September 9, 2025
  • Polisi Tidur

    September 6, 2025
  • Solidaritas Warga Warnai Aksi Jogja Memanggil

    September 5, 2025
  • Partisipasi Publik Makin Terbatas, Ruang Sipil Kena Imbas

    September 3, 2025
  • Demonstrasi di Mapolda DIY, Gas Air Mata Penuhi Pemukiman Warga

    September 2, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM