Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial...
Mata Kekuasaan Mengintaimu
Wisnu Prasetya Utomo: Tantangan Pers Mahasiswa di Persimpangan...
Episode-Episode Perjalanan: Episode 2 dan Episode…
Monika Eviandaru: Reorientasi Pers Mahasiswa Dalam Neoliberalisasi Perguruan...
Episode-Episode Perjalanan
SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...
Didik Supriyanto: Kebangkitan Gerakan Mahasiswa Menuju Reformasi
Abdulhamid Dipopramono: Jejak dan Orientasi Awal BPPM Balairung
Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas...

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILASREDAKSI

Kapasitas Berlebih Lapas Buntut Permasalahan Praperadilan

Maret 13, 2021

©Winda/Bal

Kapasitas berlebih Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan kaitannya dengan masalah praperadilan disinggung dalam diskusi bedah buku berjudul Crime and Punishment in Indonesia pada Rabu (10-3). Diskusi diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera bersama; Center of Indonesian Law, Islam, and Society (CILIS); Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP); HukumOnline.com; dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Diskusi ini terbagi dalam tujuh sesi. Salah satu sesi bertajuk “Penalties and Sentencing”, dengan narasumber Leopold Sudaryono selaku perwakilan dari Australian National University, dan Rifqi Sjarief Assegaf selaku perwakilan dari LeIP. 

Leopold memaparkan bahwa saat ini, banyak pelaporan kasus kapasitas berlebih lapas. Berdasarkan penelitian Leopold, masih banyak tahanan yang hidup dalam satu petak ruangan yang tidak layak. Bahkan, mereka harus membayar kepada petugas jika ingin pindah ke ruangan yang lebih luas.

Leopold juga menambahkan bahwa kasus kapasitas berlebih lapas disebabkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sangat keras dan khas. “KUHP kita sangat kolonial”, tegasnya. Leopold menilai bahwa alih-alih dipandang sebagai proses pembinaan, pemenjaraan malah dipandang sebagai penegakan ketertiban. Ia kemudian merujuk pada belum adanya rutan dan lapas pada banyak distrik di Indonesia. Menurutnya, hal  menyulitkan proses pembinaan. 

Padahal, ujar Leopold, pada tahun 2010 sampai 2014, sudah terdapat anggaran untuk membangun rutan dan lapas. Leopold menilai, terdapat kejanggalan dalam proses realisasinya. Leopold juga menilai bahwa tidak terealisasinya lapas dan rutan disebabkan oleh tidak sesuainya hukuman dengan tindak kejahatan tahanan. “Rata-rata dari mereka berasal dari keluarga yang dapat dikatakan miskin,” jelasnya.

Rifqi kemudian menjelaskan cara hakim menangani pelaku Tindak Pidana Ringan (Tipiring) bergolongan kurang mampu. “Sebagian hakim mengungkapkan bahwa orang miskin yang dipenjara tidak akan jadi masalah karena mereka sudah terbiasa hidup susah,“ ujar Rifqi. Selain itu, tambahnya, ada masalah pola pikir pada beberapa hakim. Menurutnya, mereka memandang Tipiring tidak mencegah kejahatan dan tidak adil bagi korban.

Rifqi menggunakan data pencurian dan penggelapan di empat pengadilan Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2012 sampai 2015. Dengan data tersebut, Rifqi menjelaskan bahwa terkait dengan pemutusan perkara, terdapat perbedaan pada Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan Tipiring. Menurut Rifqi, Tipikor mendapat ancaman penjara minimum 1 sampai 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Sedangkan Tipiring mendapat ancaman penjara maksimal 5 tahun. “Kaitannya, perbedaan hukumannya tidak terlalu signifikan meskipun ada perbedaan ancaman hukuman yang besar antara Tipiring dan perkara korupsi,” tegas Rifqi.

Rifqi juga menceritakan tentang alasan polisi dan penyidik harus menahan pelaku Tipiring. Menurutnya, hal ini berhubungan dengan budaya penegakan hukum. Ia menjelaskan bahwa polisi merasa harus punya cukup waktu untuk memproses perkara. Ia juga menjelaskan bahwa polisi merasa harus menahan pelaku agar tidak kabur. Sementara itu, polisi yang hendak menahan pelaku untuk kebutuhan penyidikan mengetahui bahwa pasal Tipiring tidak bisa dipakai untuk menahan pelaku. “Oleh karena hal tersebut, dipakailah pasal non-Tipiring dan kemudian hakim harus memutus di luar pasal Tipiring juga,” terang Rifqi.

Rifqi menjelaskan bahwa kasus kapasitas berlebih lapas lebih banyak dialami pelaku Tipiring ketimbang pelaku Tipikor. Ia menyebutkan bahwa hakim  lebih senang untuk menggunakan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, yang ancaman hukumannya lebih ringan untuk terdakwa. “Hakim menggunakan pasal yang ringan dalam Tipikor, sedangkan Tipiring berlaku sebaliknya,” sesal Rifqi.

Penulis: Lokahita Pradipta dan Setianingsih
Penyunting: Deatry Kharisma Karim
Fotografer: Winda Hapsari Indrawati

hukumkapasitas lapas
2
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial...

SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...

Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas...

Program MBG Timbulkan Keracunan Massal, Ibu-Ibu Gelar Aksi

Diskusi Film DEMO(k)RAS(i) Ungkap Ketidakadilan Iklim oleh Pemerintah

BARA ADIL Lakukan Siaran Pers, Ungkap Catatan Penangkapan...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Diskusi Di Balik Bendera Persatuan Ungkap Gerakan Antikolonial Perhimpunan Indonesia

    Oktober 28, 2025
  • Mata Kekuasaan Mengintaimu

    Oktober 27, 2025
  • Wisnu Prasetya Utomo: Tantangan Pers Mahasiswa di Persimpangan Jalan

    Oktober 25, 2025
  • Episode-Episode Perjalanan: Episode 2 dan Episode…

    Oktober 23, 2025
  • Monika Eviandaru: Reorientasi Pers Mahasiswa Dalam Neoliberalisasi Perguruan Tinggi dan Pasca-Reformasi 1998

    Oktober 20, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM