
©Aris/Bal
Pandemi COVID-19 tidak hanya berpengaruh pada bidang kesehatan, tetapi juga pada bidang ekonomi. Pemutusan Hubungan Kerja massal dan bangkrutnya bisnis hanyalah segelintir contoh yang terjadi. Menanggapi masalah tersebut, beberapa akademisi dan ekonom di Indonesia serta dunia mengusulkan Universal Basic Income atau Jaminan Pendapatan Dasar Semesta (Jamesta) sebagai solusi untuk mengurangi dampak ekonomi dari COVID-19. Pembahasan mendalam diselenggarakan oleh komunitas media Gapatma dalam diskusi daring bertajuk âMembumikan Jaminan Pendapatan Dasar Semesta di Indonesiaâ pada Kamis (14-01). Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Yanu Endar Prasetyo, Founder Indobig Network dan Anwar Sastro Maâruf, Sekretaris Jenderal Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI).
Mengawali diskusi, Sastro menjelaskan Jamesta sebagai media transformasi gerakan sosial Indonesia untuk kedaulatan rakyat. Menurut Sastro, alat transformasi yang sama dapat menyeragamkan gerakan sosial di Indonesia. âJika kita bisa memaknai Jamesta secara bersama-sama, saya pikir akan menyederhanakan perjuangan gerakan sosial di Indonesia,â ungkap Sastro.
Gerakan sosial yang dimaksud Sastro muncul sebagai respons atas tiga masalah yang terjadi di era kapitalisme. Pertama, makna âkerjaâ yang hanya disematkan pada kerja produksi, sementara kerja domestik, seperti membersihkan rumah dan mengasuh anak tidak diakui sebagai kerja. Kedua, ketimpangan pendapatan di Indonesia. Ketiga, fakta perlindungan sosial di Indonesia yang tidak memberikan kepastian kerja. âPekerja informal jumlahnya lebih dari 57%, mereka tidak ada jaminan kesehatan, pesangon, apalagi pensiun. Mayoritasnya kerja hari ini untuk makan hari ini,â tandas Sastro.
Menanggapi permasalahan tersebut, Sastro mengungkapkan bahwa Jamesta harus dimaknai sebagai gerakan populis. âBagaimana kita mampu menunjukkan bahwa rakyat dapat berdaulat, rakyat berhak atas distribusi kekayaan negara yang tidak hanya dimiliki oligarki, dan bukan hanya berbentuk infrastruktur,â jelas Sastro. Selain itu, pelaksanaan Jamesta perlu dihubungkan dengan gerakan ekonomi dan politik kerakyatan yang harus tetap berjalan dengan logika yang benar. Sastro menjelaskan bahwa dalam gerakan ekonomi, KPRI menyebutnya menjadi 4 pilar ekonomi, yaitu penataan konsumsi, produksi, distribusi, dan kelembagaan ekonomi.
Melanjutkan penjelasan Sastro, Yanu memaparkan keterkaitan Jamesta dengan demokrasi ekonomi. Ia memulai penjelasannya dengan membahas beberapa kritik sosialisme pada kapitalisme. Selanjutnya, Yanu mengungkapkan bahwa gagasan Jamesta bagi kaum sosialis bertujuan untuk meningkatkan daya tawar individu dan kelas pekerja. Hal ini dapat terjadi karena pekerja mampu menolak relasi pekerjaan yang berbahaya dan eksploitatif. Yanu berpendapat bahwa kemampuan untuk menolak tersebut adalah kemerdekaan yang sesungguhnya.
Lebih lanjut, Yanu menekankan bahwa Jamesta sejalan dengan demokrasi ekonomi yang digagas Mohammad Hatta. Sebab, tujuan lain dari Jamesta adalah untuk mengurangi waktu bekerja. Yanu menjelaskan bahwa selama ini orang terlalu lama menghabiskan waktunya untuk bekerja. Akibatnya, orang kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan keluarga maupun tetangga. “Melalui jamesta, diharapkan semangat kebersamaan dapat dibangun kembali,â pungkasnya. Selain itu, Jamesta dapat menjadi implementasi kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat dengan mengamalkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Yanu menuturkan bahwa Jamesta adalah skema yang sederhana dan tepat sasaran dalam redistribusi kekayaan negara. Ia menambahkan bahwa dengan redistribusi tanpa syarat, keadilan sosial akan menjadi lebih konkret.
Terkait keuntungan Jamesta, Yanu membaginya menjadi tiga. Pertama, menghapuskan stigma negatif yang melekat pada penerima bantuan, karena Jamesta adalah hak seluruh warga negara. Kedua, pasar kerja menjadi kompetitif, karena perusahaan tidak dapat semena-mena terhadap pekerja sebab semua pekerja memiliki standar jaminan dasar. Ketiga, memangkas syarat berbelit yang sebelumnya diberlakukan bagi penerima bantuan sosial.
Menutup diskusi, kedua narasumber menandaskan bahwa pemahaman dasar mengenai gagasan Jamesta penting untuk dipahami bersama. “Kalau prinsip dasar sudah disepakati sebagai hak kita dan kita berhasil meyakinkan pemerintah, soal hitungan akan jadi lebih mudah,” tegas Yanu. Sastro menambahkan bahwa teknis pelaksanaan Jamesta masih perlu didiskusikan. Dalam penerapan Jamesta, dibutuhkan kolaborasi dengan kepala daerah yang telah menjalankannya secara parsial. Selain itu, dibutuhkan pula kajian dan panduan lengkap mengenai pelaksanaan Jamesta dari sisi regulasi, infrastruktur, dan sistem.
Penulis: Jovita Agnes Glorya
Penyunting: Afifah Fauziah Setyaningrum
Ilustrator: Dian Aris Munandar