Minggu (23-06), Puro Pakualaman yang bekerja sama dengan Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (PORDASI) dan Dinas Pariwisata DIY menyelenggarakan kejuaraan pacuan kuda tingkat nasional Paku Alam Cup VII. Kejuaraan tersebut bertempat di lapangan pacuan kuda Sultan Agung Bantul dan diikuti oleh 130 ekor kuda yang berasal dari Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara.
Priyanka Primanda Daniswari, koordinator administrasi perlombaan, menjelaskan bahwa kejuaraan tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi dari misi Kadipaten Pakualaman dalam melestarikan kebudayaan. “Misi tersebut tertuang dengan gamblang dalam rangkaian acara peringatan Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-207,” ujar Priyanka. Pelestarian budaya tersebut dimulai dengan rangkaian lomba seperti sayembara macapat, lomba mewarnai motif batik, dan lain-lain, dengan kejuaraan Pacuan Kuda sebagai puncaknya.
Menurut Nurcholis, pengamat kejuaraan pacuan kuda, dari 23 kategori kejuaraan yang dilombakan, kelas A terbuka dengan jarak 2.000 meter merupakan salah satu kategori yang menarik untuk disaksikan. Sebab menurutnya, kategori tersebut memperebutkan Piala Bergilir Pakualam X. “Kuda-kuda terbaik seperti Kamang Chrome, Vaux’s Legend, serta sang juara bertahan Djohar Manik pun bertarung disitu,” ujar Nurcholis.
Kategori tersebut akhirnya dijuarai oleh sang juara bertahan. Dikutip dari buku Race Kejuaraan Pacuan Kuda Paku Alam Cup VII, Djohar Manik merupakan kuda yang berasal dari Jawa Tengah dengan A. Manarisip sebagai joki. Kuda yang dimiliki oleh klub olahraga berkuda Aragon Stable serta Tombo Ati Stable tersebut merupakan hasil persilangan antara sepasang kuda dengan nama Tuscaloosa dan Mini Satria. Dengan kemenangan tersebut, ia telah menjuarai 35 dari 40 kejuaraan.
Dalam upaya meraih kemenangan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut adalah kecepatan kuda. Kecepatan kuda sendiri sangat dipengaruhi oleh jenis kuda. Menurut Tripan Eri, joki yang berasal dari Sumatera Barat, Arabian serta Thoroughbred merupakan jenis-jenis kuda yang cepat dan tangguh untuk kejuaraan pacuan kuda. Ia menambahkan bahwa kuda yang seringkali dipakai dalam kejuaraan pacuan kuda di Indonesia adalah hasil percampuran antara keduanya. “Jenis kuda lokal seperti Sandel pun juga seringkali dikawinkan supaya menghasilkan kualitas kuda pacuan yang hebat,” ujar Eri.
Selain jenis kuda, menurut Eri, kecepatan kuda juga dipengaruhi oleh kondisi jalur pacuan kuda. Menurutnya, kondisi jalur pacuan yang bagus adalah jalur yang tidak mengganggu keseimbangan kuda saat berlari. “Hal tersebut dapat diatasi dengan menyirami jalur pacuan agar tidak mengganggu penglihatan kuda saat berlari,” jelas Eri.
Meski mendapat juara dua, ia menyatakan bahwa hal tersebut tidak melunturkan kebahagiaannya. Sebab, imbuh Eri, antusiasme penonton yang tidak ada habisnya memberikan dampak positif bagi para joki. “Saat menonton kami bertanding, penonton sangat bersemangat sehingga kami juga ikut bersemangat,” jelas Eri.
Selaras dengan Eri, menurut Nurcholis, sikap sportivitas para joki merupakan sesuatu yang memberikan keseruan tersendiri bagi para penonton. “Menang ataupun kalah, para joki maupun penonton tetap menjunjung tinggi budaya sportivitas dan justru menjadikannya sebagai penyambung tali persaudaraan,” ungkap Nurcholis.
Selain itu, tambahnya, kerukunan tersebut merupakan modal positif bagi Puro Pakualaman untuk menyelenggarakan kejuaraan pacuan kuda berikutnya. Nurcholis juga mengungkapkan bahwa modal positif tersebut dilengkapi oleh antusiasme masyarakat dalam menyambut kejuaraan tersebut. “Meriahnya penonton serta ramainya warga yang berjualan dari pagi hingga sore hari merupakan bukti antusiasme tersebut,” jelasnya.
Nurcholis pun berharap bahwa kejuaraan tersebut dapat melahirkan atlet-atlet berkuda bertaraf internasional. Ia juga berharap bahwa kualitas klub olahraga berkuda serta peternakan kuda nasional dapat meningkat. “Dengan begitu, tontonan pun akan semakin menarik sehingga para wisatawan pun juga akan tertarik,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Fadhil
Penyunting: Andara RoseĀ