
©Litalia/Bal
“Perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan harus menanggung beban dan stigma dari masyarakat yang membuatnya semakin terpuruk.” Kalimat orasi tersebut dibawakan oleh Ika Ayu, anggota Jaringan Perempuan Yogyakarta dalam acara Gerak 28 September, Jumat malam (28-09) di Sangkring Art Space, Bantul. Acara tersebut merupakan peringatan “Hari Aborsi Aman dan Legal Sedunia” yang diselenggarakan oleh Panitia Kolektif Bersama. Acara yang mengusung tema kebebasan perempuan atas tubuhnya ini, dihadiri berbagai komunitas, aktivis, dan individu yang fokus pada masalah perempuan.
Acara dimulai sekitar pukul 20.00 WIB dengan sambutan Elsa Auliya Rizky, koordinator Gerak 28 September. Elsa mengatakan bahwa latar belakang diadakanya acara ini adalah untuk menggerakkan masyarakat Yogyakarta dan Indonesia agar lebih peduli pada masalah-masalah perempuan. Menurutnya selama ini perempuan banyak mendapatkan kriminalisasi dan menjadi korban tindak perkosaan. Kriminalisasi terhadap perempuan ini terjadi akibat tindakan aborsi yang dilakukan oleh perempuan penyintas perkosaan. “Perempuan berhak untuk mendapatkan kebebasan pilihan atas tubuhnya,” tambahnya.
Sejalan dengan yang telah dikatakan oleh Elsa, Ika mengatakan mengenai perlunya malam solidaritas dalam Gerak 28 September untuk membawa isu kebebasan perempuan atas tubuhnya. Hal ini menurutnya merupakan upaya untuk membela pilihan perempuan atas tubuhnya dan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap aborsi yang dilakukan oleh perempuan. Ika menjelaskan mengenai stigma di kalangan masyarakat terhadap aborsi yang dilakukan oleh perempuan. Menurutnya, masyarakat menganggap perempuan yang melakukan aborsi dan hamil akibat tindak perkosaan merupakan sebuah aib. “Kini saatnya perempuan untuk merayakan kebebasan tubuhnya sendiri,” tambahnya.
Ika mengungkapkan bahwa tidak ada pilihan untuk perempuan atas kebebasan dirinya. Menurutnya, perempuan yang melakukan aborsi selalu menjadi ancaman bagi keluarga, kriminal oleh negara dan dianggap tidak bertanggung jawab oleh masyarakat. Selain itu, ia menjelaskan bahwa selama ini perempuan selalu menjadi korban. “Stop stigma terhadap aborsi, perempuan rayakan pilihanmu,” tegasnya.
Selain itu, menurut Elsa acara yang berbentuk malam solidaritas ini juga diadakan sebagai salah satu bentuk dukungan kepada penyintas perkosaan. WA (15), salah satu penyintas perkosaan dari Jambi yang disebut oleh Elsa harus dipenjara karena melakukan aborsi. Kehamilan WA ini disebabkan perkosaan yang dilakukan oleh saudara kandungnya. Menurut Elsa, perempuan berhak untuk melakukan aborsi yang aman dan legal atas kehamilan yang tidak diinginkannya sebagai penyintas perkosaan. Elsa juga menyebutkan bahwa tindakan aborsi dapat dilegalkan karena telah diatur dalam PP No. 61 Pasal 31 Ayat 1 Tahun 2014. “Aborsi yang aman dan legal dapat dilakukan apabila ada indikasi kedaruratan medis dan korban pemerkosaan,” tambahnya.
Pembacaan puisi juga menjadi salah satu agenda Gerak 28 September kali ini. Ana, salah satu peserta yang membacakan puisi “Perigi Timpas” karya Suci N. Wulandari ini mengatakan perlunya ada kegiatan yang memperjuangkan kebebasan perempuan. Menurutnya, hal ini sejalan dengan adanya kasus-kasus mengenai korban pemerkosaan yang dipenjarakan. Ana mengungkapkan bahwa kegiatan semacam ini dapat dijadikan sebagai suatu upaya untuk membela kaum perempuan. “Apabila isu-isu mengenai kebebasan perempuan semacam ini tidak diangkat, maka akan ada kemungkinan untuk terjadi kasus-kasus yang serupa di kemudian hari,” tuturnya.
1 komentar
The publicity, advertising in this case, which
put inside your blog provides profitable use. Place Adsense Ads in familiar, yet
not annoying internet sites. They will return for another enjoyable practice.