Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...
Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia
Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Merawat Pluralisme dalam Dinamika Bangsa Indonesia

Februari 10, 2018

@Nabila/bal

“Perbedaan antar umat manusia merupakan fitrah, yakni ciptaan Tuhan yang tidak bisa dihindari,” demikian kalimat Mahfud MD dalam acara Ziarah Budaya. Puncak rangkaian Sewindu Haul Gus Dur ini diselenggarakan pada Senin (5-2) di Auditorium Drikarya Universitas Sanata Dharma. Gusdurian dan 60 komunitas lain tercatat bergabung dalam peringatan Haul Gus Dur tahun ini. Acara tersebut dihadiri pula oleh Nyai Hj. Shinta Nuriyah Wahid, Buya Syafii Maarif, dan berbagai tokoh lintas iman.

Rangkaian acara yang disertai pembacaan orasi budaya dari Mahfud ini mengangkat tema pluralisme. Muhammad Rifai selaku ketua acara mengatakan bahwa Gus Dur dan pluralisme tidak bisa dipisahkan. “Bangsa Indonesia sedang mengalami dinamika ketidakadilan dan komersialisasi agama yang memerlukan nilai pluralisme agar tidak terpecah belah,” tutur Rifai.

Orasi Mahfud menerangkan bahwa pluralisme adalah hal yang eksis dan  merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, bukan hanya sekadar sikap toleransi yang diperlukan, tetapi juga sikap penerimaan untuk menyatu dalam perbedaan. “Pluralisme bagaikan rumah berpenghuni dengan halaman, ruang keluarga, dan kamar-kamar,” terang Mahfud menjelaskan analogi Gus Dur. Baginya, setiap orang mengatur dirinya sendiri saat berada di kamar, tetapi ketika di ruang keluarga, semuanya berbaur menjadi satu.

Tidak dapat dibantah, menurut Mahfud, nilai-nilai pluralisme kerap bersinggungan dengan agama dan negara. Ia memberi contoh Islam dan kenegaraan dewasa ini sering dipertentangkan oleh masyarakat dengan alasan keduanya tidak dapat sejalan. Sebaliknya, Gus Dur beropini Islam dan kenegaraan ialah hal selaras yang diterapkan dalam nilai-nilai Pancasila oleh bangsa Indonesia.  “Bagi Gus Dur, orang yang beragama dengan baik bisa bernegara dengan baik, begitu pula sebaliknya, jadi kedua hal tersebut tidak berseberangan,” tambah Mahfud.

Hal tersebut terbukti dari sikap Gus Dur yang melekat di mata Mahfud, yaitu ketika peristiwa penggusuran Masjid Ahmadiyah terjadi. “Gus Dur itu datang sendiri ke tempat kejadian,” cerita Mahfud. Kala itu Gus Dur menjadi satu-satunya tokoh moderat Islam yang menolak keras penggusuran tersebut. Gus Dur mengecam sikap main hakim sendiri dan mengimbau umat Islam untuk menyerahkan permasalahan itu kepada pejabat hukum.

Pada akhir orasi, Mahfud menyimpulkan bahwa pluralisme merupakan kalimatun sawa’, yakni titik temu keragaman yang menyatukan agama, etnis, budaya, dan ras. Titik temu keragaman bangsa Indonesia tersebut diwujudkan dalam bentuk Pancasila yang diharapkan dapat menjadi pemersatu bangsa. “Semoga kalimatun sawa’ dapat diperjuangkan bersama untuk melawan kebathilan, memerangi korupsi, dan menegakkan hukum,” imbuh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Penulis: Nabila Rieska, Ayu Nurfaizah

Editor: Cintya Faliana

Gus DurHaulOrasi Budayapluralisme
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran...

Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Diskusi Proyek Penulisan Sejarah Resmi, Soroti Ketiadaan Peran Masyarakat

    Juli 21, 2025
  • Sisi Lain Makanan Tradisional dalam Buku Sepinggan Indonesia

    Juli 20, 2025
  • Warga Pesisir Semarang dalam Getir Tata Kelola Air

    Juni 30, 2025
  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM