Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
DIALEKTIKA

Menuju UU Pemilu Ideal

Maret 15, 2012

Aktivis Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyadi, S.IP. menyatakan, terkait UU Pemilu ada beberapa permasalahan yang harus dikaji. UU tersebut harus dapat menciptakan pemerintahan yang efektif. “Selain itu, UU Pemilu juga harus memperkuat derajat keterwakilan antara legislatif dan konstituen,” ungkapnya.  Pendapat itu ia paparkan dalam seminar nasional yang digelar di Gedung Kuliah Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL),  Senin (12/3). Seminar bertajuk “Reformasi UU Pemilu, Peluang dan Tantangan Elektoral” tersebut bertujuan untuk menanggapi perdebatan revisi UU No. 10 Tahun 2008. UU itu akan menjadi landasan legal Pemilu 2014 mendatang.

Untuk membahas tema tersebut, seminar yang diadakan Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) itu menghadirkan beberapa narasumber. Selain Didik, hadir pula Arief Wibowo, anggota DPR-RI dari fraksi Partai PDI-P yang kini tengah menjabat sebagai Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Pembicara lainnya adalah Dr.rer.pol Mada Sukmajati, S.IP., M.P.P., dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) UGM. Seminar tersebut dipandu oleh Bayu Dardias, S.IP., M.A., M.Pub.Pol., yang juga merupakan dosen JPP.

Dalam acara yang berlangsung selama tiga setengah jam itu, satu per satu pembicara memaparkan sudut pandangnya terkait revisi UU Pemilu. Mada menyatakan, keterlibatan masyarakat untuk turut membahas RUU Pemilu ini penting.  “Jangan sampai setelah ada permasalahan pasca pemilu, kita baru teriak-teriak,” ungkapnya.

Melihat sistem pemilu Indonesia, Mada setuju dengan penggunaan sistem proporsional terbuka yang telah dua periode ini digunakan. Artinya, rakyat tidak hanya mencontreng partai politik, tapi juga kandidat legislatif dari partai tersebut. Namun, menurutnya perlu diadakan suatu perbaikan. “Pencalonan harus transparan, akuntabel, dan mendekatkan pemilih dengan parlemen,” paparnya.

Berbeda dengan pendapat Mada, Arief lebih setuju dengan penerapan sistem proporsional tertutup. Dengan sistem tersebut, rakyat mencontreng partai saja sementara calon legislatif (caleg) yang akan menduduki kursi ditentukan oleh partai. Melalui sistem tersebut, partai akan dapat mengontrol kader-kadernya. Mereka yang memiliki dedikasi dan kompetensi akan lebih terfasilitasi. Ia mengakui, sistem tersebut memang bagaikan memilih kucing dalam karung. “Namun, sistem proporsional terbuka, sama halnya dengan memilih kucing garong,” ungkapnya disambut derai tawa hadirin. Didik membenarkan pendapat Arief. Sistem proporsional terbuka menurutnya hanya menguntungkan caleg yang bermodal dan tenar. “DPR kita akan penuh dengan para ‘bandit’ dan artis,” tegasnya.

Setelah ketiga pembicara memaparkan pendapatnya, moderator membuka sesi diskusi. Beberapa peserta angkat bicara. Salah satunya Rianto, peserta yang berasal dari Pati. Ia mengungkapkan sarannya agar pelanggaran pemilu masuk dalam pidana umum. “Menurut saya, hal itu akan menimbulkan efek jera bagi pihak-pihak yang melakukan kecurangan,” terangnya.

Sebelum menutup acara, moderator menyampaikan kesimpulan seminar. Ia menyatakan, pembahasan mengenai pemilu memang hanya berkisar pada hal-hal teknis seputar sistem. Namun, hal-hal teknis itu semestinya tidak disepelekan. “Dari hal-hal teknis itulah nasib bangsa dan negara Indonesia lima tahun ke depan ditentukan,” pungkasnya. [Khalimatu Nisa]

berita ugmugm
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Pemilihan Pengurus Baru KATGAMA 2015

Tokoh Nasional Ajak Lawan Korupsi

Tindak Kekerasan Berkedok Perbedaan

UUK Diprediksi Tidak Panjang Umur

Bahas Perubahan Iklim, Gandeng Masyarakat Dunia

Panggung Bebas, Seni dalam Komunitas Berbeda

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM