Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KABARKILAS

Menyoal Irshad Manji, Tolak Pemikiran secara Intelektual

Mei 9, 2012
dokumentasi panitia

dokumentasi panitia

 

Puluhan mahasiswa berduyun-duyun mendatangi selasar gedung baru Fisipol sore itu (8/5). Tak lama kemudian, ruang terbuka itu nampak padat. Peserta duduk berbanjar laki-laki dan perempuan. Mereka menjadi peserta diskusi yang digelar Jamaah Sholahudin dan Sie Kerohanian Islam se-UGM.

Diskusi sore itu bertajuk “Menyoal Feminisme Irshad Manji: Solusi atau Ketakutan”. Mengawali diskusi, Anggit Adib Wijaya selaku moderator memperkenalkan sosok Irshad Manji. “Ia adalah seorang tokoh feminis yang mengusung gagasan reformasi Islam,” ujarnya.  Mahasiswa Fakultas Geografi itu menambahkan, dalam bukunya ‘Allah, Liberty and Love’, Irshad Manji berpendapat bahwa Allah bisa ditafsirkan secara bebas dan penuh cinta.

Keraguan atas kebenaran gagasan Irshad Manji menjadi latar belakang diadakannya kegiatan tersebut. Diskusi itu diselenggarakan menjelang kedatangan Irshad Manji ke UGM, Rabu (9/5) pagi. Dalam kunjungannya, Irshad Manji dijadwalkan menjadi pembicara dalam dialog seputar pemikirannya di Kampus Pascasarjana UGM. Selain diskusi, sore itu juga terdapat aksi pembubuhan tanda tangan di atas kain putih panjang sebagai bentuk penolakan terhadap pemikiran Irshad Manji.

Ketiga narasumber  sengaja dihadirkan untuk mengupas pemikiran Irshad Manji dari berbagai perspektif. Pembicara pertama, Qurotul Uyun memaparkan perspektifnya dari sisi psikologi. Dosen psikologi Universitas Islam Indonesia itu menyebut Irshad Manji sebagai feminis liberal. Irshad Manji dinilai menafsirkan Al-Quran secara rasional. Beberapa gagasannya antara lain adalah, pemimpin tidak harus laki-laki dan ketaatan istri kepada suami merupakan bentuk penindasan. “Manji juga menyebutkan bahwa pernikahan sejenis yang penuh cinta lebih baik daripada menikah beda jenis namun penuh kekerasan,” papar Qurotul Uyun.

Ditinjau dari sudut pandang psikologi versi Islam, Qurotul Uyun menilai pemikiran Irshad Manji kurang tepat. Ia menyatakan, tolak ukur kesehatan mental dalam Islam adalah totalitas pengabdian kepada Tuhan. Ia juga mengatakan, jiwa rabbani, sebagai tingkatan tertinggi mentalitas manusia menurut Islam, menuntut penghambaan kepada Allah sepenuh hati. Hal itu bertentangan dengan perilaku homoseksual yang sekadar menuruti kehendak hawa nafsu.

Dari perspektif lain, guru besar antropologi Fakultas Ilmu Budaya Heddy Shri Ahimsa Putra angkat bicara. Ia mengawali pemaparan dengan menekankan bahwa dirinya tak mau menyinggung Irshad Manji secara pribadi, Heddy hanya mengkritisi pemikirannya. Ia menyadari banyak reaksi negatif yang muncul dari gagasan Irshad Manji. Namun demikian, ia mengingatkan untuk tetap mendoakannya sebagai sesama muslim. “Jangan kita mencelanya, karena belum tentu kita lebih baik dari dia,” tutur Heddy.

Setelah membaca sebagian tulisan Irshad Manji, Heddy menarik beberapa kesimpulan. Ia menilai, Irshad Manji memiliki trauma masa lalu sebagai seorang gadis muslim korban institusi madrasah di Afrika. Dari situlah, Heddy berasumsi, Irshad Manji mulai menggambarkan Islam sebagai sesuatu yang kaku dan otoriter. Irshad Manji menilai hadis sebagai salah satu hukum Islam yang doktriner, manusia hanya bisa pasrah terhadapnya. “Manji menyebut bahwa Islam akan membawa kematian otak,” ungkap Heddy, “tapi hal itu keliru,” tambahnya. Menurut Heddy, hadis tetap memperbolehkan manusia untuk kritis. “Hal itu ditunjukkan dengan adanya pengklasifikasian hadis,” ujarnya.

Mahaarum Kusuma Pertiwi, dosen muda fakultas Hukum UGM turut mengkaji dari sudut pandang disiplin ilmunya. “Dari sisi hukum, kita tak bisa mengadili pemikiran seseorang,” ungkap Arum. Suatu pemikiran baru dapat dikenai sanksi hukum apabila telah menjelma sebagai sebuah gerakan yang memberi pengaruh. Dari sisi syariah atau hukum Islam, Arum menyatakan, manusia memang diperbolehkan untuk melakukan ijtihad atau penafsiran sendiri. “Kendati demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,” ujarnya.

Mahya, mahasiswa jurusan Biologi yang juga aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan pertanyaan. Ia menanyakan pendapat seluruh narasumber mengenai rencana aksi penolakan pemikiran Irsyad Manji yang dilakukan Rabu (9/5). Ia memandang, sebuah gerakan harus dilakukan. “Apabila kaum muslimin sebatas mendoakan, artinya kita diam saja melihat liberalisasi mekar di Indonesia,” ungkapnya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Heddy mengingatkan untuk melihat persoalan secara lebih arif. Penolakan terhadap pemikiran Irshad Manji semestinya ditunjukkan dengan cara yang intelektual. “Sebuah pemikiran harus dibalas dengan pemikiran, apabila tak sepakat, buatlah buku seperti yang dilakukan Irshad Manji,” tegasnya. Heddy juga menyatakan, penolakan tak perlu dilakukan karena dialog penting sebagai media untuk meluruskan persoalan.

Pendapat Heddy dibenarkan dua narasumber lainnya. Uyun menyatakan, dakwah semestinya dilakukan dengan kelembutan hati seperti  teladan dari Rasulullah. Sementara itu, Arum memaparkan, aksi penolakan justru dapat memperburuk keadaan. “Jangan sampai, kalian yang ingin ‘menghukum’ Irshad Manji, justru dihukum oleh Negara karena mengganggu ketertiban umum,” ujarnya. [Khalimatu Nisa]

0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM