
©Arfa/Bal
Aksi demonstrasi pelbagai elemen masyarakat di depan Mapolda (markas kepolisian daerah) DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) pada Jumat (29-08) hingga Sabtu (30-08) berujung tindakan represif aparat. Tembakan gas air mata dan peluru karet dilayangkan aparat ke arah massa aksi solidaritas terhadap Affan Kurniawan, ojol yang tewas digilas kendaraan taktis aparat pada Kamis (28-08). “Ada 10 pasien di Pos Medis Timur, 54 pasien di Pos Medis Selatan, dan 32 pasien di Pos Medis Barat. Untuk pasien yang tidak terdata, sekitar 200 orang lebih,” jelas Ridwan, salah satu perwakilan Paramedis Jalanan. Menurut Ridwan, mayoritas keluhan berupa iritasi ringan mata, luka, dan trauma ringan akibat tembakan gas air mata.Â
Pernyataan Ridwan diperkuat oleh Romi, relawan medis Sedekah Rombongan di Pos Medis Selatan. Ia menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 50 orang yang telah ditangani oleh tim paramedis dan lebih dari 70 orang yang tidak tertangani per 30 Agustus pukul 02.00 WIB. Keluhan terbanyak, kata Romi, berasal dari tembakan gas air mata.

©Maul/Bal
Kaleng Gas Air Mata yang Ditembakkan Polisi (29-08)
Gong, perwakilan Paramedis Jalanan lainnya, menyebutkan bahwa timnya sempat mengevakuasi sepasang suami istri dengan seorang bayi berumur kurang dari dua tahun dari titik rawan gas air mata. Keluarga tersebut dievakuasi dari toko kelontong di sebelah barat Mapolda karena terdampak gas air mata yang terbawa angin setelah ditembakkan polisi. “Karena massa selalu larinya ke arah perempatan Condongcatur, kebetulan angin mengarah ke barat. Itu kan lama-lama masuk ke area basement mal Pakuwon dan di situ ada toko kelontong,” jelas Gong.
Tembakan gas air mata ke arah pemukiman warga juga berdampak pada seorang lansia berumur 75 tahun. Menurut keterangan Gong, lansia tersebut tengah tidur kala gas air mata meledak di dalam rumahnya pada pukul 19.15 WIB. “Kita nggak ada yang sadar awalnya, itu kita sadar juga karena dari gentengnya keluar asap. Nah, itu yang bisa menyebabkan sampai kematian,” terangnya. Ia juga menambahkan bahwa lansia tersebut sempat mendapatkan penanganan, tetapi mengalami stres akibat panik menghirup terlalu banyak gas air mata.Â
Dari kesaksian Gong, aparat mulai menembakkan gas air mata sejak sekitar pukul 18.30–19.00 WIB. Setelahnya, tembakkan dilakukan secara terus menerus dengan jumlah lima hingga dua belas peluru per tembakan. Gong merasa, semakin larut malam, efek gas air mata terasa makin menyakitkan. Hal ini ia duga disebabkan oleh gas air mata yang telah kedaluwarsa atau paparan yang terlalu lama. “Kerasa sih, karena semakin sakit, entah karena stok lama atau karena terlalu lama terpapar gas air mata,” ungkap Gong.Â
Keluhan serupa juga dialami Sabar (bukan nama sebenarnya), salah satu warga di Jalan Kaliwaru, pada Minggu (31-08). Ia mengeluhkan bahwa gas air mata yang ditembakkan aparat masuk ke rumahnya pada pukul 02.39 WIB. Paparan gas tersebut berefek iritasi mata dan saluran pernapasan. Gejala ini membuat Sabar kesulitan untuk tidur hingga pagi. “Saya sebagai bagian dari masyarakat Kaliwaru terpapar gas air mata dari jam 3 sampai jam 7 pagi,” ujar Sabar.  Â

©Istimewa/Bal
Jalan Kaliwaru Minggu (31-08) pukul 05.48 dipenuhi gas air mata.
Keterangan Sabar juga diamini oleh Kuat (bukan nama sebenarnya), warga lain di Jalan Kaliwaru. Kuat menjelaskan bahwa terdapat lebih dari lima gelombang penembakan gas air mata ke arah pemukiman warga di Kaliwaru. Puncaknya, pada rentang pukul 04.00–04.30 WIB, gas air mata ditembakkan ke sekitar tempat tinggal Kuat yang berjarak kurang lebih 300 meter dari lokasi demonstrasi. Kedekatan jarak tersebut membuat efek iritasi semakin kuat. “Pertama, gang itu full asap; kedua, untuk dalam rumah, itu kita bener-bener nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak bisa bernapas, kayak bener-bener nangis, terkepung asap, nggak ada ruang aman,” ujar Kuat. Ia menambahkan bahwa kabut gas air mata masih bertahan hingga pukul 06.30 WIB.Â
Sementara itu, Ridwan menerangkan bahaya dari menghirup terlalu banyak gas air mata. Selain menyebabkan peradangan di saluran pernapasan, menurutnya, menghirup terlalu banyak gas air mata juga dapat menyebabkan mual dan iritasi mata. ”Ada yang menghubungi kita, dia muncul tanda-tanda keracunan. Kami arahkan ke fasilitas kesehatan terdekat,” jelas Ridwan. Dengan risiko kesehatan tersebut, Gong menilai penembakan gas air mata oleh aparat ke pemukiman warga di Jalan Kaliwaru merupakan sebuah tindakan yang berbahaya.
Selain keluhan akibat gas air mata, terdapat dua korban dengan fraktur di kepala, luka bakar, dan kekerasan seksual di lokasi demonstrasi. Salah satu korban yang teridentifikasi, Rheza Sandy Pratama, seorang mahasiswa Universitas AMIKOM Yogyakarta, meninggal dunia setelah beberapa jam koma akibat ditembaki gas air mata dan dipukuli oleh aparat. Hingga kini, dalam aksi demonstrasi yang dimulai dari 28 Agustus 2025, tercatat telah ada 11 orang meninggal dunia.
Penulis: Leoni Nevia
Penyunting: Aghli Maula
Fotografer: Aghli Maula
Ilustrator: Arfa Zhafif