Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Kritik Sekolah Alternatif atas Pendidikan yang Tidak Sesuai dengan Realitas Masyarakat

Mei 12, 2024

©Bayu/Bal

Pada Kamis (09-05), Jogja Art+Books Fest menggelar acara “Berbincang” yang ketiga dengan tajuk Sekolah Biasa Saja, Arah Pendidikan Alternatif Kini dan Nanti. Diskusi ini menghadirkan sejumlah praktisi sekolah alternatif di lingkup Yogyakarta, yaitu Toto Rahardjo selaku pendiri Sanggar Anak Alam (Salam) sekaligus penulis buku Sekolah Biasa Saja, Diah Widuretno sebagai perwakilan sekolah Pagesangan, dan Neneng Mayam yang merupakan aktivis muda pegiat Sekolah Gajahwong. Kekhawatiran atas sekolah alternatif di tengah tantangan pendidikan Indonesia yang dinilai tidak berpihak kepada realitas kehidupan masyarakat adalah pemantik diadakannya diskusi ini.

Toto mengutarakan bahwa sekolah alternatif kerap dipahami sebagai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Padahal, menurutnya sekolah secara umum seharusnya biasa saja, berhubungan dengan masyarakat, belajar dari kenyataan dan dari kehidupan sehari-hari. “Sekolah juga biasa, biasa untuk mengenal budaya, mengenal alam sekitarnya,” ujarnya.

Menyambung Toto, Diah melihat adanya jarak antara pendidikan formal dengan kebudayaan dan realita kehidupan sehari-hari siswa. Menurutnya, riset terhadap aktivitas siswa dan keluarganya perlu dilakukan untuk memahami kebutuhan belajar yang ideal. “Misalnya kehidupan pertanian, mereka [siswa-red] perlu juga mempelajari hal tersebut untuk menjalani kehidupan sehari-hari karena tidak pernah diajarkan di sekolah terkait kehidupan pertanian, mengolah pangan, kehidupan terkait perdesaan,” paparnya.

Kembali ke Toto, ia melihat permasalahan tersebut sebagai tantangan karena seharusnya sekolah yang wajib menyesuaikan kebutuhan para peserta didiknya, bukan sebaliknya. Ia menambahkan bahwa disitulah peran sekolah alternatif untuk menyesuaikan apa yang dibutuhkan oleh para peserta didiknya. “Kalau selama ini siswa harus menyesuaikan dengan sekolah, nah ini mestinya harus dibalik, tapi kalau yang alternatif [menyesuaikan siswa-red],” ungkap Toto.

Di lain sisi, Neneng menilai bahwa peran sekolah alternatif tidak sebatas penyedia jasa pendidikan, tetapi juga sebagai ruang advokasi masyarakat. Ia menceritakan tentang sekolah Gajahwong yang membantu mengadvokasi masyarakat untuk mendapatkan identitas kependudukan sebagai warga Jogja. “Karena tidak memiliki identitas kan otomatis anak-anak yang lahir di situ mulai tumbuh dan kalau mau sekolah nggak bisa,” ujar Neneg.

Neneng pula menambahkan bahwa adanya sekolah alternatif sebagai ruang untuk memecahkan suatu permasalahan perlu dibekali dengan sudut pandang yang saling memberdayakan dan mengupayakan satu sama lain. Menurutnya masyarakat harus saling membantu dalam memecahkan suatu permasalahan tanpa melihat latar belakang individunya. “Nah, mindsetnya ya yang harus terus dipupuk adalah bahwa kita semua temen-temen masyarakat, orang tua, dan anak-anak di sekolah kita itu mampu untuk mengupayakan, memberdayakan diri sendiri meskipun kalo mereka melihat kan diri mereka itu tidak mampu ya,” ujarnya

Diah juga menyoroti  tentang cara sekolah alternatif dapat menjaga peran yang telah mereka pegang selama ini. Ia menegaskan bahwa peran tersebut tetap terjaga dan bisa diteruskan dengan mengupayakan keberdayaan secara bersama-sama. “Nah, caranya gimana? Bagaimana [caranya lewat-red] kita membangun keberdayaan dengan potensi yang kita miliki sendiri dengan semua masalah dan potensi yang kita miliki,” tegas Diah.

Penulis: Rajwa Aqilah dan Safira Aisyah
Penyunting: Ester Veny
Fotografer: Bayu Tirta Hanggara

3
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...

Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...

Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...

SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM