Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...
Didik Supriyanto: Kebangkitan Gerakan Mahasiswa Menuju Reformasi
Abdulhamid Dipopramono: Jejak dan Orientasi Awal BPPM Balairung
Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas...
Program MBG Timbulkan Keracunan Massal, Ibu-Ibu Gelar Aksi
Ruang-Ruang Untuk Kami dan Puisi-Puisi Lainnya
Diskusi Film DEMO(k)RAS(i) Ungkap Ketidakadilan Iklim oleh Pemerintah
BARA ADIL Lakukan Siaran Pers, Ungkap Catatan Penangkapan...
Sampai Kapanpun, Aparat Bukanlah Manusia!
Polisi Tidur

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
KILAS

Mengungkap Narasi Eksil Politik 1965 dalam Bedah Buku “Yang Tak Kunjung Padam”

April 15, 2023

©Bintang/Bal

Selasa (11-04), Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM berkolaborasi bersama EA Books dan Buku Mojok Grup untuk menggelar acara bedah buku dan diskusi. Buku yang didiskusikan pada acara tersebut adalah Yang Tak Kunjung Padam: Narasi Eksil Politik Indonesia di Jerman  karya Soe Tjen Marching. Selain menghadirkan penulis buku, bedah buku ini juga menghadirkan Agus Suwignyo, dosen program studi Ilmu Sejarah UGM, sebagai narasumber. Kegiatan yang digelar di Ruang Pertemuan B-19, Kompleks Perumahan Dosen UGM, Bulaksumur, tersebut diikuti oleh peserta yang berasal dari berbagai kalangan.

Diskusi dimulai dengan penjelasan Soe Tjen Marching tentang alasannya menulis buku Yang Tak Kunjung Padam. Ia menyebut bahwa banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang narasi eksil politik 1965. Menurut Soe Tjen, hal tersebut terjadi karena kebijakan rezim Orde Baru yang melarang para eksil politik untuk kembali ke Indonesia. “Pengetahuan tentang eksil yang minim bukan karena kesalahan orang-orang, tapi karena seolah-olah ditutup oleh rezim Orde Baru,” ungkapnya. Soe Tjen juga mengatakan bahwa pemberian judul yang dipilih didasari oleh rasa cinta dari para eksil yang tidak kunjung padam kepada Indonesia meskipun mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari pemerintah.

Melanjutkan Soe Tjen, Agus menjelaskan bahwa pendidikan tinggi dan peristiwa Genosida ‘65 merupakan faktor yang membuat para eksil seolah-olah terasingkan dari negaranya sendiri. “Pendidikan tinggi dan Genosida ‘65 itu saling berkaitan, baik yang melibatkan pendidikan tinggi maupun yang berdampak pada pendidikan tinggi,” jelas Agus. 

Agus menambahkan bahwa kemunculan eksil berawal dari masa pasca-Kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950-an. Agus mengungkapkan bahwa pada saat itu Indonesia mengalami masalah kekurangan infrastruktur pendidikan dan tenaga pengajar. Oleh karena itu, pada periode tersebut, pemerintah memfokuskan pembangunan infrastruktur pendidikan. Agus juga menyebut bahwa Indonesia pun menerima bantuan pendidikan dari berbagai negara. “Pada periode yang sama, Indonesia menerima banyak bantuan dari Eropa Timur dengan mengirimkan pelajar-pelajar Indonesia ke negara-negara di wilayah tersebut seperti Uni Soviet dan Yugoslavia,” tambahnya. 

Menanggapi pernyataan Soe Tjen di awal, Agus menilai bahwa buku karya Soe Tjen ini berhasil dibawakan dengan gaya penulisan yang “renyah” meskipun berisi kisah rumit dan berbobot serta berisi mengenai kisah antibiografi. Ia menilai bahwa Soe Tjen mencoba menulis cerita beberapa tokoh dan ditelaah lebih dalam melalui pertemuan tokoh tersebut dengan tokoh lain sehingga pengkajian dilakukan menggunakan berbagai sudut pandang. “Menurut saya, buku ini memberikan khazanah yang besar dan sangat menarik dari segi pendekatan serta metodologi,” tutur Agus.

Rangkaian acara diskusi dan bedah buku diakhiri dengan sesi tanya jawab. Salah satu peserta diskusi, Venessa Theonia, menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo terkait eksil dan penyintas Genosida ‘65. Presiden Joko Widodo sebenarnya telah menentukan sikap dalam bentuk pengakuan atas keberadaan penyintas tragedi Genosida ‘65. 

Menanggapi hal tersebut, Soe Tjen menghargai tindakan yang dilakukan oleh presiden tersebut. Namun, menurut Soe Tjen, penyebutan tentang identitas korban dan pelaku jauh lebih penting dilakukan. “Pengakuan Jokowi itu sangat mentah karena dia tidak menyebutkan siapa korban dan siapa pelaku, dia cuma bilang Genosida ‘65 itu tragedi kemanusiaan,” pungkas Soe Tjen. 

Penulis : Adhika Nasihun Farkhan, Marcelina Eka Destia, dan Nandini Mu’afa
Penyunting : Sekarini Wukirasih
Visual : Aditya Muhammad Bintang 

2
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di...

Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas...

Program MBG Timbulkan Keracunan Massal, Ibu-Ibu Gelar Aksi

Diskusi Film DEMO(k)RAS(i) Ungkap Ketidakadilan Iklim oleh Pemerintah

BARA ADIL Lakukan Siaran Pers, Ungkap Catatan Penangkapan...

Solidaritas Warga Warnai Aksi Jogja Memanggil

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap 14 Anak di Magelang

    Oktober 12, 2025
  • Didik Supriyanto: Kebangkitan Gerakan Mahasiswa Menuju Reformasi

    Oktober 12, 2025
  • Abdulhamid Dipopramono: Jejak dan Orientasi Awal BPPM Balairung

    Oktober 8, 2025
  • Perlawanan Warga Kampung Laut Atas Penggusuran Lahan Lapas Nusakambangan

    September 30, 2025
  • Program MBG Timbulkan Keracunan Massal, Ibu-Ibu Gelar Aksi

    September 30, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM