Rabu (01-05), terdapat tiga aliansi yang menyuarakan tuntutan mereka pada peringatan Hari Buruh Internasional. Massa aksi melakukan longmars dari Parkiran Abu Bakar Ali lalu berorasi di beberapa titik seperti Gedung DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kantor Gubernur DIY, Gedung Agung, sampai puncaknya di Titik Nol Kilometer. Aksi tersebut berlangsung kurang lebih sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB. Ketiga massa aksi secara keseluruhan menuntut hal yang sama, pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Salah satu massa yang menggelar aksi adalah Aliansi Rakyat Untuk Satu Mei (ARUS) yang terdiri dari Serikat Buruh Kerakyatan dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Tuntutan yang mereka suarakan seperti cuti haid tanpa syarat, hapus sistem kerja kontrak, pemagangan, dan outsourcing. Kalimat-kalimat seperti “Tolak NYIA, selamatkan petani Kulonprogo!”, “Cuti haid tanpa diperiksa”, “Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing!” terpampang jelas pada poster yang mereka usung. Salah satu spanduk yang mereka bawa bertuliskan “Jogja istimewa upah murahnya”. Kalimat tersebut mendeskripsikan bahwa buruh di Yogyakarta belum mendapatkan upah yang sesuai dengan standar kehidupan di Yogyakarta.
Beberapa saat setelah ARUS memulai aksi mereka, terdapat sekumpulan organisasi mahasiswa yang juga memulai longmars dari Parkiran Abu Bakar Ali. Sekumpulan organisasi mahasiswa tersebut berasal dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Islam Indonesia. Tuntutan yang mereka suarakan yakni pemenuhan jaminan sosial bagi buruh dan keluarganya, perlindungan pada buruh sektor informal, dan perlindungan buruh perempuan dari segala bentuk kekerasan serta pelecehan seksual.
Sebelum dua massa aksi tersebut sampai di Titik Nol Kilometer, terdapat aliansi lain yang telah menyuarakan tuntutan mereka di sana. Mereka adalah Komite Aksi May Day 2019 yang terdiri dari beberapa serikat pekerja, salah satunya Serikat Pekerja Nasional. Menurut mereka, upah yang ditetapkan oleh Pemerintah DIY saat ini masih jauh dari kata layak. Mereka juga menuntut segera diterapkannya Upah Minimum Sektoral di DIY. Saat orasi berlangsung, terdapat dua orang yang duduk bersila dengan tangan yang terpasung. Pada pasung tersebut, tertulis ”PP No.78 Tahun 2015” dan “Outsourcing”. Aksi yang mereka lakukan menggambarkan kondisi buruh saat ini yang terkekang oleh aturan dan sistem tersebut.
Fotografer dan Penulis: Fata Nur Fauzi
Kurator: Arjun Subarkah
Editor: Oktaria Asmarani
2 komentar
Sukses terus balairung press UGM punya!
Di tahun 2021 ini UMR sudah naik, tapi masih tetap di bawah daerah lain. Tetap bersyukur! :v