Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau
Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang
Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran...
Mitos Terorisme Lingkungan
Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan...
Kapan KKN Harus Dihapus?
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
ALMAMATER

Kisah Penindasan dari Pesisir

Maret 9, 2011

Cerita ini terus berlanjut bak sandiwara, tarik ulur pertambangan di Kulonprogo hingga kini tak kunjung menemukan benang merah. Pihak penguasa bersikeras, adanya pertambangan di pesisir selatan Kulonprogo mampu memperbaiki penghidupan warga. Disisi lain, masyarakat yang sebagian besar petani, tidak serta merta menerima usulan tersebut.

Persoalan ini menarik minat empat pemuda yang tergabung dalam Alexis Collective, sebuah kelompok solidaritas untuk petani Kulonprogo. Selasa petang (8/3) mereka mendatangi ruang sekretariat Persma Universitas Sanata Dharma (Natas) dan mengundang Balairung. Feri Sirait, salah satu pegiat Alexis Collective, mengawali diskusi dengan menceritakan kronologis pembukaan kembali pilot project di Desa Karangsewu oleh PT Jogja Magasa Iron (JMI) Senin (7/3) lalu.

Alumnus Filsafat UGM itu memaparkan, sebelumnya warga telah menutup pilot project itu sejak 14 Desember 2010 silam. Hal tersebut berbuntut pada pelaporan PT JMI atas perusakan aset perusahaan kepada Polda DIY pertengahan Februari lalu. Hingga kini, tiga warga desa Karangsewu masih diperiksa sebagai saksi di Polda DIY.

Demi meloloskan rencananya, kemarin PT JMI mendatangkan sekitar 700 personil polisi guna mengamankan pembukaan tersebut. Tak hanya itu, Feri menyebutkan pasukan polisi itu juga membawa mobil anti huru-hara, mobil tahanan, water canon, dan mobil anjing pelacak. “Mereka memancing warga agar melawan dan melakukan kekerasan”, jelasnya.

Selanjutnya, Muhammad Fandi, yang juga pegiat Alexis Collective, menambahkan, hingga Selasa pagi jumlah polisi di lokasi pilot project terus bertambah. Diperkirakan polisi yang berada di lokasi pilot project mencapai ribuan. Ke depan, bersama teman-temannya, mahasiswa pascasarjana Antropologi UGM ini berupaya menghimpun data-data kajian multi interdisipler mengenai proyek penambangan pasir besi.

Hal ini merupakan usaha membuat data tandingan yang mendukung penambangan. Misalnya, Fandi dan teman-temannya kini mengaji aspek hukum proyek penambangan. Mulai dari keabsahan penandatangan kontrak karya pada 2008 silam, hingga kontroversi klaim tanah sepihak oleh Paku Alaman.

Perhitungan dampak sosial juga tak luput dari analisis mereka, dan banyak lagi pertimbangan-pertimbangan lainnya. “Saat ini media cetak dan elektronik cenderung menyajikan  informasi yang tidak berpihak pada warga,” imbuh pemuda yang akrab disapa Ojud tersebut.

Konflik antara petani pesisir selatan Kulonprogo dengan PT JMI bermula sejak 2006 silam. Pemerintah yang mestinya menampung aspirasi warga, justru berpihak pada korporasi. Hal ini dapat dilihat dari dukungan Pemprov kepada Pemda dengan merevisi Perda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Nomor 1 tahun 2003.

Perlu diketahui pula 30% saham PT JMI dimiliki oleh PT Jogja Magasa Mining. Sisanya milik sebuah perusahaan asal Australia, Indo Mines Ltd. Hingga kini, warga yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) tetap menolak proyek pertambangan tersebut.[Anwar Kh]

alexis collectivekulonprogonataspesisirpetaniPPLPPT JMI
0
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Kicau Riuh Kampus Hijau UGM

SSPU Tetap Jalan, Aksi Tolak Uang Pangkal Hasilkan...

Habis SSPI, Terbitlah SSPU dalam Dialog Panas Mahasiswa...

Bebani Mahasiswa dengan Biaya Mahal, UGM Bersembunyi di...

Penerapan Uang Pangkal, Neoliberalisasi Berkedok Solusi

Pedagang Kaki Lima Stasiun Wates Digusur Tanpa Dasar...

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Kekacauan di Balik Bahan Bakar Hijau

    Juni 12, 2025
  • Mitos Cah Gelanggang dan Spirit Gelanggang

    Juni 4, 2025
  • Penulisan Ulang Sejarah, Upaya Pemerintah Melupakan Korban Pelanggaran HAM

    Juni 3, 2025
  • Mitos Terorisme Lingkungan

    Mei 25, 2025
  • Aksi Okupasi UGM Soroti Masalah Penyempitan Ruang Kegiatan Mahasiswa

    Mei 24, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM