Auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM mulai dipadati pengunjung, Rabu malam (12/11). Acara Bulan Bahasa Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia sedang digelar. Tema pada Bulan Bahasa tahun ini bertajuk “Bulan Bercinta dengan Bahasa dan Sastra Indonesia”, yang bertujuan untuk memasyarakatkan bahasa dan sastra Indonesia.
Kegiatan yang berlangsung tanggal 3-23 November tersebut diadakan sekaligus untuk memperingati hari Sumpah Pemuda. “Dalam Sumpah Pemuda itulah Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu,” tutur Latifah Eka Pusparini, sastra Indonesia ‘12, selaku ketua acara. Bulan Bahasa menggelar dua belas rangkaian acara di antaranya adalah bedah buku, ruang kreasi, bedah lirik, workshop, charity night dan lomba menulis cerpen, puisi, essay, maupun komik.
Ruang kreasi sendiri merupakan salah satu pilar utama dari line-up kegiatan Bulan Bahasa. Malam itu, ruang kreasi digelar dengan judul “Rasa Bahasa”. Rasa Bahasa merupakan kelanjutan dari ruang kreasi satu yang bertema “Sayap-Sayap Kata”. Setelah ini, masih akan diadakan ruang kreasi ketiga bertemakan “Malam Film” dan ruang kreasi keempat dengan stand up comedy dan talkshow Anang Batas. “Ruang kreasi merupakan wadah untuk mengaplikasikan Bulan Bahasa, yaitu memasyarakatkan sastra dan bahasa.” jelas Latifah.
Makna dari rasa bahasa sendiri penyampaian Bahasa Indonesia melalui rasa, seperti teater, gerak tubuh, dan tari. Panggung rasa bahasa pun diwarnai oleh penampilan monolog dan tari teatrikal Teater Gadjah Mada (TGM), pementasan teater Unit Studi Sastra dan Teater (Unstrat) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), serta dramatic reading Kidjing dan Sanggar Kesenian Kolaborasi (Sangkala).
Acara dibuka dengan penampilan monolog berjudul “Balada Sumarah” karya Tentrem Lestari oleh salah satu anggota TGM, Dian. Balada Sumarah berceritakan tentang perjalanan hidup seorang tenaga kerja wanita bernama Sumarah yang ayahnya dituduh sebagai aktivis PKI. Penampil kedua menyajikan gerak aplikatif dari yoga yang disebut akro yoga. Gerakan ini merupakan kumpulan dari gerakan yoga yang menjadi satu rangkaian. Tampilan apik tersebut dilakukan secara berpasangan oleh Shomad dan Angin yang juga merupakan anggota TGM.
Unstrat, yang tak lain adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di bawah naungan UNY pun turut andil meramaikan acara. UKM kesenian yang berdiri sejak tahun 1984 tersebut menjadi penampil ketiga dengan mementaskan lakon berjudul “Lalu”. Diawali dengan masuknya seorang tokoh wanita misterius ke atas panggung, alur pementasan lantas dipenuhi dengan hiruk pikuk khas suasana di halte bus kota. Tokoh-tokoh lain yang kemudian bermunculan merepresentasikan masing-masing individu yang sangat umum ditemui di fasilitas publik tersebut. Uniknya, tiap tokoh memerankan masalah dan dinamika kehidupan mereka. Diangkatnya topik yang sebetulnya sederhana tadi ke atas panggung merangsang penonton untuk memaknai detail kecil yang terlewatkan dalam keseharian mereka.
Selain Unstrat, UNY menampilkan Sangkala, yang merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Teater di Fakultas Bahasa dan Seni. Sangkala berkolaborasi dengan Kidjing menampilkan dramatic reading dari sebuah naskah berjudul “Dongeng Cinta di Musim Hujan” karya Rukman Rusadi. Dramatic reading sendiri adalah pembacaan naskah drama yang diberi unsur-unsur pemanis umum dalam penyuguhan drama biasa. Kali ini, Sangkala menyisipkan alunan musik-musik akustik seperti biola, karinding, dan gitar.
Beragam komentar datang dari pengunjung yang hadir. Salah satunya Ocha Rosyada dari Ilmu Komunikasi UGM 2014. “Acaranya bagus, sayangnya ngaret sampai satu jam. Tapi overall aku suka sama isi dari acara dan performernya.” Jelasnya. Lain lagi dengan komentar Debrina Agnes, mahasiswi Geografi UGM angkatan 2014 yang mengapresiasi kinerja dan layanan panitia kepada para penonton acara, tetapi sekaligus mempertanyakan rundown acara yang cenderung antiklimaks. “Penampilan monolog di awal udah bersemangat banget, akhirnya malah dramatic reading yang bikin ngantuk, padahal kan seharusnya tensionnya makin naik.”
Acara ini menunjukkan kepekaan mahasiswa untuk turut berkontribusi kepada masyarakat umum. Salah satu bentuk nyatanya adalah dengan memperkenalkan bahasa dan sastra Indonesia dalam bentuk acara yang tak hanya bersifat edukatif tetapi juga rekreatif. “Aku pengennya kepedulian akan bahasa dan sastra nggak berhenti di sini, tetapi berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.” tutup Latifah. [Gita Sumirat, Aji Pamungkas, Gupuh Sinung, Defi Nur Hayati]